Etika Komunikasi Penyiaran Dakwah Melalui Radio
Siti Nurul Hermawati
Bimbingan dan Konseling Islam
Abstrak: Etika sangat diperlukan dalam kehidupan, termasuk dalam
komunikasi penyiaran Dakwah. Karena
proses dakwah termasuk pada kegiatan komunikasi , maka etikanya disebut
dengan Etika Dakwah. Model-model Komunikasi salah satunya adalah dengan media
radio. Dan dakwah juga dapat disampaikan melalui radio. Sasaran dakwah meliputi
semua umur (universal), karena dakwah sudah menjadi suatu kebutuhan hidup bagi
setiap individu. Dalam model komunikasi ini, radio identik dengan hiburan
karena mayoritas acaranya musik, maka banyak didengarkan oleh kaum muda.Maka
diperlukan Etika komunikasi penyiaran dakwah melalui radio agar dapat
menyampaikan pesan dakwah dengan tepat dan dapat diterima oleh semua kalangan serta dapat
menutupi kekurangan dari radio yang hanya terbatas pada audio saja sehingga
pendengar tidak bosan apalagi saat mendengarkan siaran dakwah.. Dalam makalah
ini akan membahas mengenai etika komunikasi penyiaran dakwah audio dengan media
radio dan untuk memeahaminya didukung terlebih dahulu dengan pegetahuan
seperti, pengertian dari kata etika, komunikasi, dakwah, radio, hal-hal yang
berkaitan dengan siaran di radio, serta pengamatan atau analisis mengenai etika
komunikasi penyiaran dakwah (Islam) bagi da’i (khususnya) yang suka berdakwah
melalui siaran radio. Sehingga radio dapat menjadi pilihan menarik untuk
mendengarkan dakwah.
Kata Kunci:
Etika, Komunikasi, Dakwah, Radio.
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Media elektronik adalah salah satu media yang dapat
dijadikan sarana atau media dalam berlangsungnya proses komunikasi. Keberadaan
media elektronik terus berkembang. Bahkan kini telah banyak televisi-televisi
atau radio-radio swasta. Itu artinya, media elektronik mengalami perkembangan
yang cukup signifikan, walaupun baru hanya pada mangsa pasar lokal.
Membicarakan Etika Komunikasi Penyiaran Dakwah Melalui
Media Audio (Radio) tidak di pungkiri kita sedang membicarakan secara tidak
langsung makna dari dakwah, yang artinya dari kata da’a, yad’u, da’watan
ajakan, seruan, undangan dan panggilan menuju jalan Allah SWT.
Oleh karena itu, dakwah ”diuntut” untuk mengalami
dinamika secara internal, yang dalam prosesnya terjadi ”tarik-ulur” antara
dakwah dengan kondisi masyarakat. Perjalanan dakwah awalnya diperintahkan, lalu
dilaksanakan kemudian disadari bahwa dakwah menjadi sebuah kebutuhan, karena
syarat dengan manfaat dan penyelamat, dakwah pun menjadi aktivitas disetiap
tempat dan waktu, menghadapi berbagai situasi, kondisi dan tantangan.
Melihat realita yang terjadi pada saat ini, ketika dakwah
banyak digandrungi mad’u muda dan menjadi sebuah kebutuhan karena dakwah tidak
lagi dipandang tua atau kolot namun minimnya wadah
yang mampu mengapresiasikan
keinginan mad’u muda ini yang membuat mad’u digolongan muda menjadi jenuh, dan
kembali berpandangan seperti awal lagi
bahwa yang nama nya dakwah itu identik dengan orang-orang tua dan membosankan.
Sebagai
jawabannya, maka dari itu saya sebagai akademisi dakwah berusaha
membangun dan menciptakan landasan dakwah serta wadah dakwah menjadi lebih menarik ketika kita bungkus ke dalam media audio (Radio)
tanpa melupakan konsep etika dalam dakwah ketika disampaikan didalam media yang
identik untuk hiburan. Sehingga pesan dakwah dapat tersampaikan dan diterima
oleh semua kalangan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Etika, Komunikasi, Dakwah, dan Radio ?
2. Apa yang dimaksud dengan Etika Komuikasi Penyiaran Dakwah dalam
Radio ?
3. Bagaimana Konseptualisasi Etika Komunikasi Penyiaran Dakwah dalam Radio ?
4. Hal apa saja yang ada dalam Radio ?
5. Bagaimana Etika Komunikasi Dai saat Siaran Dakwah di Radio ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Etika, Komunikasi, Dakwah, dan Radio
2. Memahami pengertian dari Etika Komuikasi Penyiaran Dakwah dalam Radio
3. Mengetahui Konseptualisasi Etika Komunikasi Penyiaran Dakwah dalam Radio
4. Mengetahui hal-hal yang ada dalam radio.
5. Memahami Etika Komunikasi yang harus dimiliki
Dai saat siaran di radio.
Tinjauan Teori/Konsep
A.
Pengertian
Etika
Etika berasal
dari kata ethos yaitu untuk suatu kehendak baik yang tetap. Etika berhubungan
dengan soal baik atau buruk, benar atau salah. Etika adalah jiwa atau semangat
yang menyertai suatu tindakan. Dengan demikian etika dilakukan oleh seseorang
untuk perlakuan yang baik agar tidak menimbulkan keresahan dan orang lain
menganggap bahwa tindakan tersebut memang memenuhi landasan etika.
B.
Pengertian
Dakwah
Dakwah
merupakan bahasa arab berasal dari kata da’wah yang bersumber pada kata
(da’a,yad’u,da’watan) yang bermakna seruan, panggilan, atau do’a. Menurut Abdul
Aziz menjelaskan bahwa da’wah bisa berarti memggil, menyeru, menegaskan atau
membela sesuatu, perbuatan atau perkataan untuk menarik pada manusia kepada
sesuatu, dan memohin dan meminta.
Dakwah adalah
memanggil, menyeru dan mengajak manusia kepada Allah SWT. Pemahaman ini sejalan
dengan penjelasan Allah dalam surat yusuf 108.
C.
ö@è% ¾ÍnÉ»yd þÍ?Î6y (#þqãã÷r& n<Î) «!$# 4 4n?tã >ouÅÁt/ O$tRr& Ç`tBur ÓÍ_yèt6¨?$# ( z`»ysö6ßur «!$# !$tBur O$tRr& z`ÏB úüÏ.Îô³ßJø9$# ÇÊÉÑÈ
108. Katakanlah:
"Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada
Termasuk orang-orang yang musyrik".
C.
Hubungan
Etika dengan Dakwah
Etika dakwah
adalah pemikiran sistematis yang berusaha mengerti mengapa, atau atas dasar apa
seorang dai harus hidup dan bertindak menurut norma-norma tertentu. Dapat juga
diartikan sebagai ilmu yang membicarakan tentang “baik dan buruk”, dn tenang
“hak dan kewajiban moral (akhlak) dari sorang da’i”. Selain itu, karena etika
pun dapat diartikan sebagai akhlak, yaitu suatu kajian yang menjelaskan tentang
arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia
kepada yang lainnya, maka dala etika dakwah sangat terkait dengan prilaku yang
baik dan buruk, dan apa yang seharusnya dan apa yang tidak sepatutnya dilakukan
oleh setiap pelaku dakwah (Enjang AS dan Hajir Tajiri 2009:15). Jadi, Etika
diperlukan dalam proses kegiatan dakwah.
D.
Pengertian
Komunikasi
Pengertian
Komunikasi secara etimologis berasal dari kata communis. Tetapi istilah komunis dalam pembahasan ini tidak ada
kaitannya dengan komunis secara politis dan ideologis. Yang ingin dijangkau
disini hanyalah bahwa komunikasi berjalan lancer, jika orang-orang yang
terlibat dalam proses mendapatkan makna atau pemahaman yang sama, sesuai dengan
arti asal kata komunis itu yaitu, sama.
Secara
terminologis, pengertian komunikasi dapat dirumuskan sebagai proses penyampaian
suatu pernyataan oleh seorang kepada orang lain. Perkataan orang dalam
pengertian ini membuktikan bahwa yang melakukan komunikasi adalah manusia.
Dengan menyebut orang lain berarti komunikasi tidak harus antara dua orang
manusia, tetapi bisa sejumlah orang. (Mafri Amir 1999:21-22)
E.
Pengertian
Radio
Radio –tepatnya
radio siaran (broadcasting radio)
merupakan salah satu jenis media massa (mass
media), yakni sarana atau saluran komunikasi massa (channel of mass communication), seperti halnya surat kabar,
majalah, atau televise. Cirri khas utama radio adalah auditif, yakni dikonsumsi
telinga atau pendengaran saja. (Asep Syamsul M. Romli 2010:19).
Radio sebagai
Media Elektronik, dimasukkan kepada Komunikasi Massa, karena ada berita yang
disiarkan secara luas dan dapat didengar oleh orang banyak. Untuk berita, radio
mempunyai reporter yang khusus mencari dan mengolah berita. Radio sebagai media
massa muncul setelah adanya film, yakni sekitar tahun 1920. Di Amerika Serikat
orang yang dinilai berjasa dalam penemuan radio adalah Dr. Lee De Forest, David
Sarnoff, dan Dr. Frank Conrad. Penyiaran informasi dalam bentuk berita dan
penyiaran music oleh radio dimulai hampir bersamaan. Sekarang radio masih tetap
memainkan perannya sebagai Media Massa meskipun Televisi dan Suratkabar atau
majalah mengalami kemajuan pesat, baik kualitas maupun kuantitasnya. Bahkan
Radio mempunyai kelebihan tersendiri, sebab seorang dapat mengikuti sambil
tetap melakukan pekerjaannya. Berbeda dengan Suratkabar dan Televisi yang
memerlukan penglihatan. (Mafri Amir 1999:28).
Radio termasuk
pada komunikasi massa, dimana menurut Mafri Amir (1999:22), para ahli
komunikasi sependapat bahwa yang dimaksudkan dengan Komunikasi Massa adalah
komunikasi melalui media massa, karena ia merupakan singkatan komunikasi media
massa (mass media communication).
Selain dari radio yang termasuk ke dalam media komunikasi massa adalah
suratkabar dan majalah, film, televisi, dan internet.
Siaran dakwah
di radio diperlukan etika komunikasi massa yaitu menurut Mafri Amir dalm
bukunya yang berjudul “Etika Komunikasi Massa” (1999:35-37), dalam konteks
komunikasi, maka etika yang berlaku harus sesuai dengan norma-norma yang
berlaku. Berkomunikasi yang baik menurut norma agama, tentu harus sesuai pula
dengan norma agama yang dianut. Bagi umat Islam, komunikasi yang baik adalah
komunikasi yang sesuai dengan kaidah agama, yang senantiasa diukur dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi (Hadits). Dalam
Islam, etika biasa disebutdengan akhlak. Karena itu, berkomunikasi harus
memenuhi tuntutan akhlak sebagaimana tercantumi dalam sumber ajaran Islam itu
sendiri, jadi kaitan antara nilai etis dengan norma yang berlaku sangat erat.
Selain agama sebagai asa kepercayaan atau keyakinan masyarakat, maka ideology
juga menjadi tolak ukur komunikasi. Tolak ukur dalam Pancasila dapat berbeda
dengan nilai ideology Negara lain, karena perbedaan nilai-nilai dasarnya.
Contoh: etik pers di masyarakat Barat vs etik pers Uni Soviet.
Pertimbangan etis
bukan hanya di antar baik dan buruk, bukan juga diantara yang sama-sama baik.
Etika juga harus merujuk kepada patokan nilai, standar benar dan salah. Kota
berhadapan dengan masalah etika kapan saja kita harus melakukan tindakan yang
sangat mempengaruhi orang lain.
Tindakan itu
bukan tindakan terpaksa. Pada diri kita ada kebebasan untuk memilih cara dan
tujuan berdasarkan patokan yang kita yakini. Patokan itu dapat bersumber pada
latar belakang budaya, filsafat, dan agama. Sebagian orang bahkan tidak mau
merujuk kepada patokan secara ketat. Menurut mereka, patokan iti bisa saja
menyesatkan secara etis pada situasi tertentu.
Radio juga
merupakan media komunikasi sosial karena siaran dakwah di radio tidak akan
didengarkan oleh individu saja tetapi masyarakat. Fungsi dari komunikasi sosial
menurut Deddy Mulyana (2007:5-6) setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi
penting untuk membangyun konsep diri kita, aktualisai-diri, untuk kelangsungan
hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan,
antar alain lewat komunikasi yang menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang
lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat (keluarga,
kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, RW, desa, kota, dan Negara secara
keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.
F.
Pengertian
Etika Komunikasi Penyiaran Dakwah Melalui Media Radio
Jadi pengertian
etika komunikasi penyiaran dakwah melalui media radio adalah tata cara yang
baik atau akhlak dai untuk berkomunikasi menyampaikan pesan dakwah melalui
siaran audio (pendengaran) dengan media yang bernama radio.
G.
Konseptualisasi
Etika Komunikasi Penyiaran Dakwah dalam Radio
Karena etika
diperlukan dalam komunikasi, dan dakwah sebagai salah satu kegiatan atau proses
dari komnukasi serta radio sebagai salah satu media penyalur komunikasinya maka
etika, dakwah, dan radio merujuk pada komunikasi. Dan konseptualisasi
komunikasi menurut Deddy Mulyana (2007: 67-77) dalam bukunya yang berjudul
“Ilmu Komunikasi (Suatu Pengantar)” ada tiga konsepualisasi komunikasi
diantaranya :
1.
Komunikasi
sebagai tindakan satu-arah
Suatu
pemahaman populer mengenai komunmikasi manusia adalah komunikasi yang
mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang (atau suatu lembaga)
kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap-muka)
ataupun melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio
atau televisi. Misalnya sesorang itu mempunyai informasi mengenai suatu
masalah, lalau ia menyampaikannya kepada orang lain, orang lain, mendengarkan,
dan mungkin berperilaku sebagai hasil mendengarkan pesan tersebut, lalu
komunikasi dianggap telah terjadi. Jadi, komunikasi dianggap suatu proses
linier yang dimulai dengan sumber atau pengirim dan berakhir pada penerima,
atau sasaran atau tujuannya.
Contoh
lain dalam hal dakwah, misalnya seseorang yang mendengarkan ceramah di radio
saat waktu subuh dimana dai sebagai pengirim pesan, dan pendengar sebagai
penerima pesan. dakwah (mad’u).
Komunikasi
massa melalui radio dan televise sekarang ini cenderung dua-arah (interaktif).
Suatu acara di ardio, ataupun televisi, sering mengadakan acara yang melibatkan
Tanya jawab secara langsung dengan pendengar atau pemirsa.
2.
Komunikasi
sebagai interaksi
Konseptualisasi
kedua yang sering diterapkan pada komunikasi adalah interaksi . dalam arti
sempit interaksi berarti saling mempengaruhi (mutual influence). Salah satu unsure yang dapat ditambahkan dalam
konsep ini adlah umpan balik (feed back),
yakni apa yang disampaikan penerima pesan kepada sumber pesan, yang sekaligus
digunakan sumber pesan sebagai petunjuk mengenai efektivitas pesan yang ia
sampaikan sebelumnya: apakah dapat dimengerti, dapat diterima, menghadapi
kendala dan sebagainya, sehingga berdasarkan umpan balik itu, sumber dapat
mengubah pesan selanjutnya agar sesuai dengan tujuannya. Tidak semua respons
penerima adalah umpan balik. Suatu pesan disebut umpan balik bila hal itu
merupakan respons terhadap pesan pengirim dan bila mempengaruhi perilaku
selanjutnya pengirim. Umpan balik juga
tidak harus disengaja.
Contoh:
pendengar mendengarkan siaran dakwah di radio, sebagai interaksi antara
penyampai pesan dengan penerima pesan adalah pada dialog interaktif. Misalnya,
pendengar bertanya kepada dai tentang problem dakwah dari situ terjadi proses
interaksi diantara keduanya.
3.
Komunikasi
sebagai transaksi
Dalam
komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila sesorang
telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal ataupun perilaku
nonverbalnya.
Dalam
komunikasi transaksional, pengamatan atas aspek tertentu saja, misalnya pesan
verbal saja atau pesan nonverbal saja, tidak menunjukan gambaran komunikasi
yang utuh, istilah transaksi mengisyaratkan bahwa pihak-pihak yang
berkomunikasi berada dalam keadaan interdependensi atau timbal balik;
eksistensi satu pihak ditentukan oleh eksoistensi pihak lainnya. Pendekatan
transaksional menyarankan bahwa semua unsur dalam proses komunikasi saling
berhubungan . Persepsi seorang peserta komunikasi atas orang lain bergantung
pada persepsi orang lain tersebut kepadanya, dan bahkan bergantung pula pada
persepsinya terhadap lingkungan disekitarnya.
Contoh:
ketika dai menyiarkan dakwah di radio, pendengar tidak hanya menafsirkan pesan
dakwah yang dia sampaikan, tetapi dai sendiri memperhatikan kondisi pendengar,
misalnya menarik pendengar denga bertanya.
Jadi,
konsep etika komunikasi penyiaran dakwah di radio adalah konsep tata cara
berbicara atau siaran berdakwah di radio dengan memperhatikan etika berbicara
karena sifat radio yang auditif (didengar saja), diperlukan etika berbicara
yang baik dan benar agar menarik untuk didengarkan dan pesan dakwah
tersampaikan sesuai tujuan dan sasarannya.
H.
Ayat-ayat
tetang Etika Berbicara.
Dalam berdakwah
di radio perlu diperhatikan ayat-ayat yang berkaitan dengan etika berbicara dan
ayat-ayat tentang penyaringan informasi. Diantarnya sebagai berikut:
1.
QS.
Al-Baqarah ayat 263
* ×Aöqs% Ô$rã÷è¨B îotÏÿøótBur ×öyz `ÏiB 7ps%y|¹ !$ygãèt7÷Kt ]r& 3 ª!$#ur ;ÓÍ_xî ÒOÎ=ym ÇËÏÌÈ
263. Perkataan yang baik
dan pemberian maaf[167] lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu
yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
2.
QS.
Al-Isra’ ayat 23
* 4Ó|Ós%ur y7/u wr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$Î) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7t x8yYÏã uy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdxÏ. xsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& wur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJÌ2 ÇËÌÈ
23. dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di
antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
Perkataan yang mulia
3. QS. Al-Isra’ ayat 28
$¨BÎ)ur £`|ÊÌ÷èè? ãNåk÷]tã uä!$tóÏGö/$# 7puH÷qu `ÏiB y7Îi/¢ $ydqã_ös? @à)sù öNçl°; Zwöqs% #YqÝ¡ø¨B ÇËÑÈ
28. dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat
dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka Ucapan yang
pantas.
4.
QS.
An-Nisa ayat 63
y7Í´¯»s9'ré& úïÉ©9$# ãNn=÷èt ª!$# $tB Îû óOÎhÎ/qè=è% óÚÌôãr'sù öNåk÷]tã öNßgôàÏãur @è%ur öNçl°; þ_Îû öNÎhÅ¡àÿRr& Kwöqs% $ZóÎ=t/ ÇÏÌÈ
63. mereka itu adalah
orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu
berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah
kepada mereka Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.
5.
QS.
Tha Haa ayat 44
wqà)sù ¼çms9 Zwöqs% $YYÍh©9 ¼ã&©#yè©9 ã©.xtFt ÷rr& 4Óy´øs ÇÍÍÈ
44. Maka berbicaralah
kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia
ingat atau takut".
Etika Komunikasi Penyiaran Dakwah Melalui Media Radio
Etika
komunikasi penyiaran dakwah dalam radio dapat dipelajari melalui etika
berbicara atau cara penyaringan informasi yang sumbernya dapat diambil dari
Al-Quran juga Hadits. Kegunaan etika dalam komunikasi penyiaran di radio mampu
membuat pendengar menarik untuk mendengarkan acara radio khususnya siaran
dakwah (Islam). Untuk menpelajari etika dalam komunikasi berdakwaah di radio
diperlukan pengetahuan terlebih dahulu tentang hal-hal yang berkaitan dengan
radio.
A.
Karakteristik
Radio
Radio memiliki karakteristik yang berbeda dengan media massa
lainnya. Dibandingkan dengan media massa lain, media radio memiliki karakteristik
khas sebagai berikut:
1.
Auditori.
Radio adalah “suara”, untuk didengar, karenanya isi siaran bersifat “sepintas
lalu” dan tidak dapat diulang. Pendengar tidak mungkin “menoleh ke belakang”
sebagaimana penbaca Koran yang bisa kembali kepada tulisan yang sudah dibaca
atau mengulang bacaan.
2.
Transmisi.
Proses penyebarluasannya atau disampaikan kepada pendengar melalui pemancaran
(transmisi).
3.
Mengandung
gangguan. Seperti timbul-tenggelam (fading) dan gangguan teknis “chanel
noise factor”.
4.
Theatre
of Mind. Radio mencipta
gambar (make pictures) dalam imajinasi pendengar melalui kata dan suara.
Siaran radio merupakan seni memainkan imajinasi pendengar melalui kata dan
suara. Pendengar hanya bisa membayangkan dalam imajinasinya apa yang
dikemukakan penyiar, bahkan tentang sosok penyiarnya sendiri.
5.
Identik
dengan musik. Radio adalah sarana hiburan termurah dan tercepat sehingga
menjadi media utama untuk mendengarkan music. Dalam hal music, radio memiliki
daya surprise seketika atau memberi kejutan, karena pendengar biasanya tidak
tahu lagu apa yang disajikan berbeda dengan memutar kaset yang sudah bisa
ditebak urutan lagunya. (Asep Syamsul M. Romli 2010:22-23)
Melalui
karakteristik yang ada pada media komunikasi radio, dai dapat mempelajari etika
sebagai penyiar dakwah diantaranya mampu menyiarkan dakwah melalui kata-kata
yang bisa membuat pendengar tertarik, dengan etika berbicara atau tutur kata
yang baik sehingga pendengar mengimajinasikan penyiar dengan hal-hal yang baik
pula. Karena radio identk dengan musik, dalam siaran dakwahnya dapat dimasukan
musik-musik yang Islam dan positif. Yang dapat membangun akhlak mulia bagi
pendengarnya.
B.
Keunggulan
Radio
1.
Cepat
dan langsung. Sarana tercepat, lebih cepat dari Koran ataupun TV, dalam
menyampaikan informasi kepad publik tanpa melalui proses yang rumit dan butuh
waktu banyak seperti siaran TV atau sajian media cetak. Hanya dengan melalui
telepon, reporter radio dapat secara langsung menyampaikan berita atau
melaporkan peristiwa yang ada di lapangan.
2.
Akrab.
Radio adalah alat yang akrab dengan pemiliknya. Anda jarang sekali duduk dalam
satu grup dalam mendengarkan radio; tetapi biasanya mendengarkannya sendirian,
seperti di mobil, di dapur, di kamar tidur, dan sebagainya.
3.
Dekat.
Suara penyiar hadir di rumah atau di dekat pendengar. Pembicaraanya langsung
menyentuh aspek pribadi (interpersonal communications).
4.
Hangat.
Paduan kata-kata, musik, dan efek suara dalam siaran radio mampu mempengaruhi
emosi pendengar. Pendengar akan bereaksi atas kehangatan suara penyiar dan
seringkali berfikir bahwa penyiar adalah seorang teman bagi mereka.
5.
Sederhana.
Tiodak rumit, tidak banyak pernik, baik bagi pengelolamauoun pendengar.
6.
Tanpa
batas. Siaran radio menembus batas-batas geografis, demografis, SARA (Suku,
Agama, Ras, Antargolongan), dan kelas sosial.
7.
Murah.
Dibandingkan dengan berlangganan media cetak atau harga pesawat televisi,
pesawat radio relative jauh lebih murah. Pendengar pun tidak dipungut bayaran
sepeser pun untuk mendengarkan radio.
8.
Bisa
mengulang. Radio memiliki kesementaraan ala, (transient nature) sehingga
berkemampuan mengulang informasi yang sudah disampaikan secara cepat.
9.
Fleksibel.
Siaran radio bisa dinikmati sambil mengerjakan hal lain atau tanpa mengganggu
aktifitas yang lain, seperti memasak, mengemudi, belajar dan membaca Koran atau
buku. (Asep Syamsul M. Romli 2010:23-25)
Keunggulan
radio memudahkan dai untuk beretika dalam siaran dakwah di radio karena akhlak
yang diperlukan oleh di radio yang paling menonjol adalah etiak berbicara.
C.
Kelemahan
Radio
1.
Selintas.
Siaran radio cepat hilang dan gampang dilupakan. Pendengar tidak bisa mengulang
apa yang didengarnya, tidak bisa seperi pembaca Koran yang bisa mengulang
bacaannya dari awal tulisan.
2.
Global.
Sajian informasi radio bersifat global, tidak detil, karenanya angka-angka pun
dibulatkan. Misalnya penyiar akn menyebutkan “seribu orang lebih” untuk angka
1.053 orang.
3.
Batasan
waktu. Waktu siaran radio relative terbatas, hanya 24 jam sehari, berbeda
dengan suratkabar yang bisa menambah jumlah halaman dengan bebas. Waktu 24 jam
sehari tidak bisa ditambah menjadi 25 jam atau lebih.
4.
Beralur
linier. Program disajikan dan dinikmati pendengar berdasarkan urutan yang sudah
ada, tidak bisa meloncat-loncat. Beda dengan surat kabar, pembaca bisa langsung
ke rubric yang ia sukai.
5.
Mengandung
gangguan. Seperti timbul-tenggelam (fading) dan gangguan teknis “channel
noise factor”
Dengan
kelemahan yang dimiliki media komunikasi radio, etika komunikasi dakwah berusah
untuk menutupi kelemahan itu. (Asep Syamsul M. Romli 2010:25-26)
D.
Karakteristik
Pendengar
Dengan karakteristik serta keunggulan dan kelemahan radio diatas,
pendengar radio pun memiliki karakteristik tersendiri, yaitu :
1.
Heterogen.
Massa pendengar terdiri dari orang-orang yang berbeda usia, ras, suku, agama,
strata social, latar belakang social-politik-budaya, dan kepentingan.
2.
Pribadi.
Radio is personal! Pendengar adalah individu-individu, bukan tim atau
organisasi. Karenanya komunikasi yang berlangsung bersifat interpersonal
(antarpribadi), yakni penyiar dengan pendengar, dengan gaya “ngobrol”. Penyiar
harus membayangkan seolah-olah sedang berbicara kepada satu orang saat siaran.
3.
Aktif.
Pendengar radio siaran tidak pasif, tetapi berfikir, dapat melakukan
interpretasi, dan menilai apa yang didengarnya.
4.
Selektif.
Pendengar dapat memilih gelombang frekuensi, atau stasiun radio mana saja
sesuai selera. Penyiar tidak bisa “memaksa” pendengar stay tune di gelombang yang sama setiap saat.
Dengan
karakteristik pendengar radio yang seperti ini, maka dai harus mampu meerapkan
etika dakwah yang tepat dengan tutur bahasa yang baik seperti ngobrol. Agar
enak didengar di telinga pemirsa. (Asep Syamsul M. Romli 2010:26-27)
E.
Kecakapan
Penyiar
Ada beberapa kecakapan yang harus dimiliki seorang penyiar (Announcer’s
Skill). Keahlian utama yang mutlak dimiliki seorang penyiar adaa tiga:
1.
Berbicara.
Pekerjaan penyiar adalah berbicara, mengeluarkan suara, atau melakukan
komunikasi secara lisan. Karenanya ia harus “lancar bicara” dengan kualitas
vocal yang baik seperti pengaturan suara, pengendalianirama, tempo, artikulasi,
dan sebagainya. Kelancaran berbicara dengan kualitas vocal yang baik dapat
dibentuk dengan:
a.
Latihan
pernafasan untuk bisa mengeluarka
“suara diafragma”, yaitu suara yang terbentuk dari rongga perut. Suara ini akan
lebih bertenaga (powerfull), bulat,
terdengar jelas, dank eras, tanpa harus berteriak.
b.
Latihan
intonasi (nada suara) untuk berbicara
secara berirama cepat dan lambat dan tidak datar atau monoton.
c.
Latihan
aksentuasi untuk mampu berbicara
dengan penekanan pada kata-kata tertentu, misalnya dengan menggunakan “konsep
suku kata” dan, yang, di (satu suku kata); bendera, pendekar, perhatian (tiga
suku kata); dan sebagainya.
d.
Latihan
speed, kecepatan bicara.
e.
Latihan
artikulasi, kejelasan pengucapan kata-kata. Seringkali dijumpai kata atau
istilah yang pengucapannya berbeda dengan penulisannya, utamanya kata-kata
asing seperti “grand prix” (diucapkan: grong
pri).
2.
Membaca.
Dalam hal ini kemampuan Spoken Reading,
yakni membaca naskah siaran namun terdengar seperti bertutur atau tidak membaca
naskah.
3.
Menulis.
Yaitu menulis naskah siaran. Seringkali penyiar harus menyiapkan naskah
siarannya sendiri. Karenanya ia harus memiliki kemampuan naskah.
Menurut
Ben G. Henneke dalam bukunya , The Radio
Announcer’s Handbook (1954), kecakapan yang harus dimiliki penyiar
meliputi:
a.
Komunikasi
gagasan (communications of ideas).
Seorang penyiar harus mampu menyampaikan gagasan, pemikiran, atau informasi
dengan baik dan mudah dipahami pendengar.
b.
Komunikasi
keperibadian (communications of
personality).
c.
Proyeksi
keperibadian. Penyiar harus memproyeksikan dirinya sebagai pribadi yang
memiliki hal-hal berikut:
1)
Keaslian
(naturalness), yakni keaslian suara
atau tidak dibuat-buat.
2)
Kelincahan
(vitality) dalam berbicara sehingga
dinamis dan penuh semangat.
3)
Keramahtamahan
(friendliness) sehingga hangat dan
akrab di telinga pendengar.
4)
Kesanggupan
menyesuaikan diri (adaptability),
yakni bisa bekerja dalam tim, siap menghadapi risiko pekerjaan sebagai penyiar,
dan mampu melayani atau mengimbangi ragam karakter pendengarnya.
d.
Pengucapan
(pronouncation) yang jelas dan
benar atas setiap kata atau istilah yang
dikemukakan.
e.
Kontrol
suara (voice control), meliputi pola
titinada (pitch), kerasnya suara (loudness), tempo (time), dan kadar suara (quality).
Dalam praktiknya,
masing-masing radio memiliki standar tersendiri atau standar tambahan bagi para
penyiarnya. Radio dengan segmen pendengar anak muda, tentu membutuhkan penyiar
yang mampu berbicara dalam bahasa dan gaya anak muda. Radio dengan segmen
pendengar dewasa, tentu mensyaratkan penyiarnya siaran dengan bahasa dan gaya
bicara orang dewasa.
CBS
(Columbia Broadcasting System)
misalnya memiliki standar penyiar sebagai berikut:
·
Gaya
bicara yang baik dan pengucapan yang cermat, tidak mengandung logat daerah.
·
Keperibadian
suara yang mengudarakan yang khas tanpa dibuat-buat. (Asep Syamsul M. Romli
2010:32-35)
F.
Teknik
Siaran Radio
Ada dua teknik siaran dan dengan teknik inilah umumnya seorang
penyiar bekerja atau melaksanakan tugasnya.
Pertama, teknik
Ad Libitum, yaitu teknik siaran denga cara berbicara santai, enjoy, tanpa
beban atau tanpa tekanan, sesuai dengan seleranya (ad libituns means to
speak at pleasure, as one wishes, as one desires) dan tanpa naskah.
Untuk mencapai hasil optimal, penyiar yang melakukan teknik ad
libitum harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
1.
Menggunakan
bahasa sederhana, yaitu bahasa sehari-hari yang biasa digunakan dalam
percakapan antarpribadi (bahas tutur).
2.
Mencatat
terlebih dahulu pokok-pokok penting yang akan disampaikan selama siaran agar sistematis
dan sesuai waktu yang tersedia. Penyiar berbicara dengan bantuan catatan
tersebut (using note).
3.
Menguasai
information behind information, yakni memahami keseluruhan informasi
yang disajikan dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan informasi yang
disampaikan. Dengan begitu, penyiar bisa berimprovisasi dalam siaran secara
proposional dan tidak melantur (out of context).
4.
Menguasai
istilah-istilah khusus (jargon) dalam bidang-bidang tertentu, sehingga
pembicaraa tampak “bernas”, berkualitas, dan meyakinkan. Dalam siaran berita
sepakbola misalnya, penyiar harus meguasai istilah-istilah seperti corner,
tendangan, first, time, striker, ball, possession, dan sebagainya.
Sedangkan dalam
siaran dakwah, tentu harus menguasai istilah dakwah misalnya, dai, mad’u,
manhaj, dan sebagainya. Serta harus menguasai materi dakwah, agar pendengar
yakin dengan pesan dakwah yang disampaikan.
5.
Menguasai
standarisasi kata, antara lain standar pengucapan slogan atau motto stasiun
radio, sapaan pendegar (stasion call), terminology musik atau lagu,
frekuensi, dan line telefon yang bisa dihubungi pendengar untuk minta lagu,
berkomentar, atau berinteraksi dengan penyiar atau narasumber.
6.
Mencegah
atau menghindari pengucapan kata-kata yang tidak wajar atau melanggar rasa susila,
misalnya menyinggung perasaan, atau melecehkan suku dan pemeluk agama tertentu
(melanggar SARA).
Kedua, teknik
membaca naskah (script reading). Dalam teknik ini, penyiar melakukan
siaran dengan cara membacakan naskah siaran (script) yang sudah disusunnya
sendiri atau dengan bantuan script writer.
Untuk mencapai hasil optimal, seorang penyiar harus mampu
mengutarakan kata demi kata seolah-olah diucapkan tanpa bantuan naskah (spoken
reading), yaitu dengan cara :
1.
Memahami
dan meghayati isi naskah secara keseluruhan.
2.
Jika
perlu, menggunakan tanda-tanda khusus dalam naskah untuk membantu kelancaran
penyampaian, misalnya tanda garis miring satu (/) sebagai pengganti koma, garis
miring dua (//) sebagai pengganti titik, dan strip bawah (_) sebagai tanda pengucapan
satu kesatuan.
Contoh:
Tentara yang datang itu/ tinggal menunggu perintah embak// Ribuan demonstran
menggelar unjuk rasa anti-Israel//
3.
Mengeluarkan
suara (bicara) seakan sedang “ngobrol” atau bercerita kepada seorang teman.
Naskah dianggap hanya sebagai “contekan” data.
4.
Menggunakan
gerakan tubuh (gesture) dan senyuman untuk menambah bobot bicara.
5.
Sebelum
mngudara, berlatih dengan megeluarkan suara (bukan dalam hati), sekaligus
melatih, intonasi, aksentuasi, artikulasi, dan speed.
6.
Meletakan
naskah di tempat yang mudah di jangkau.
7.
Jangan
sampai terpaksa membalik halaman naskah sambil berbicara-naskah tidak boleh
bersambung.
8.
Sambil
berbicara, membayangkan lawan bicara, ADA DI DEPAN, seolah-olah sedang
menerangkan sesuatu via telepon, atau sedang bersama banyak orang namun
berbicara kepada satu orang. (Asep Syamsul M. Romli 2010:39-42)
Teknik siaran
radio ini, dapat juga diterapkan sebagai etika dai dalam berdakwah di radio.
Seperti itulah akhlak dai saat siaran dakwah di radio, yakni dengan
mengaplikasika teknik saran yang tepat.
G.
Tips
Menjadi Penyiar Professional
Masih dikutip dari bukunya Asep Syamsul M. Romli (2010:53-55). Ada
beberapa tips yang dapat dai gunakan untuk bisa menjadi penyiar dakwah
professional di radio dengan mempelajari tips menjadi penyiar (umum) profsional
berikut ini.
Berikut ini
beerapa tips dari para penyiar atau broadcaster kawakan sebagaimana
dilasir situs www.sky.com
Nick Pollard, Head of Sky News:
1.
Perseverance
– don’t ever get discouraged, it’s a fiercely competitive industry, so keep
trying. Keuletan -
jangan pernah berkecil hati, (dunia kepenyiaran radio) ini merupakan sebuah
industry yang bersaing ketat, maka teruslah berusaha.
2.
Acquire
lots of skills, like using camera, editing, sound recording and writing. Raihlah banyak kecakapan, seperti menggunakan kamera, mengedit,
merekam suara, dan menulis.
3.
Understand
the importance of telling a story – it’s what makes people watch and listen. Pahami pentingnya menyampaikan sebuah cerita – inilah yang mmbuat
oang melihat dan mendengar.
4.
Be
nice of people. It’s amazing what doors you can open with a smile and a joke. Bersikap manislah kepada orang banyak. Menakjubkan pintu-pintu apa
yang dapat Anda buka dengan sebuah senyuman dan humor.
5.
Be
genuinely enthusiastic and informed about the job you are going for. Tetaplah semangat secara sungguh-sungguh dan terus mencari
informasi tentang pekerjaan yang Anda geluti.
Martha
Kearney, reporter/Presenter for BBC 2’s Newsnight and Presenter on BBC Radio
4’s Woman’s Hour
“Try
and get as much xperience as possible in local radio, local papers, hospital
radio, wherever, before you approach the professional broadcasters. Also,
develop an interest or – so you can offer an employer something extra. Do make
sure you listen to/or watch the programmes you’re interested in working for… ”
“berusahalah
dan dapatkan sebanyak mungkin pengalaman di radio local, suratkabar lokal,
radio rumah sakit, di mana saja, sebelum Anda mendekati para penyiar
professional. Juga, bangunlah ktertarikan atau pengalaman di luar media-berita
keuangan, olahraga, dsb.—sehingga Anda bisa menawarkan hal lain kepada atsan
Anda. Pastikan Anda mendengarkan atau melihat program-program acara yang Anda
minati…”
H.
Prinsip
Penyampaian Dakwah dalam Radio
Prinsip penyampaian dakwah di radio ialah seorang dai harus
memegang prinsip dasar siaran, yakni “berbicara dengan satu orang-bukan dengan
sekelompok orang”. Ia harus membangun “keakraban” dan “kehangatan” dengan
pendengar.
Namun demikian,
ada hal-hal khusus yang harus diperhatikan dai dalam menyampaikan dakwah,
antara lain:
1.
Bicaralah
pada pendengar,jangan membacakan dakwah seolah-olah hanya untuk mereka. Bahasa
radio harus merupakan bahasa percakapan sebisa mungkin, jangan terlihat seperti
membaca sesuatu dari kertas (jika materi dakwahnya ditulis dalam bentuk
naskah). Renungkan bagaimana cara teman ANda berbicara degan Anda, atau
bagaimana Anda mendengar percakapan orangorang di jalan.
2.
Baca
seluruh naskah terlebh dahulu sebelum masuk studio dengan keras mngeluarkan
suara, bukan dalam hati.
3.
Berlatih
untuk mengucapkan kata-kata sulit atau istilah-istilah dakwah . jangan sampai
salah ucap.
4.
Saat
memasuki ruang studio, dai harus merasakan dirinya senyaman mungkin, rileks,
tidak tegang.
5.
Letakan
naskah atau catatan berada dalam jangkauan tangan dan mata.
6.
Ambil
nafas. Mengambil nafas dapat membantu pembacaan. Naskah yang baik member
kesempatan untuk bernafas normal. Kalimat-kalimat panjang akan membuat
pembacannya sukar. Selalulah ambil nafas dan biarka sebentar sebelum memulai
siaran. Namun, usahakan tarikan nafas tak terdengar saat membaca naskah.
7.
Kekuatan
naskah terletak pada kekuatan pembacaannya. Karena itu:
a.
Jangan
berteriak, cobalah untuk duduk cukup jauh dari mikrofon sehingga Anda dapat
berbicara dengan suara cukup keras dalam jarak yang cukup. Jika mikrofnnya
mengeluarkan suara karena Ada terlalu dekat, mundur sedikit dan bicaralah lebih
keras sedikit.
b.
Suara
dai harus kedengaran seperti “menceritakan” sebuah cerita, bukan membaca. Ia
harus berusaha agar terdengar alamiah.
c.
Variasikan
“turun-naik” suara yang kuat dan positif, lembut da simpatik, ringan dan ceria,
sebagaimana menjelaskan sesuatu kepada teman dekat.
d.
Pakailah
nada suara rendah. Keluarkan kata-kata dari perut bukan dari kerogkongan.
e.
Bervariasilah
dalam kecepatan membaca. Tidak semua kata mmpunyai panjang yang sama. Apalagi
dalam berdakwah ketika menyampaikan ayat Al-Quran yang berhubungan dengan pesan
dakwah yang disampaikan, maka pembacaan ayat Al-Quran itu haruslah benar.
f.
Garis
bawahi kata-kata dalam naskah yang perlu di tekan. Tulis dibawah dan di atas
baris untuk membantu melihat di mana perlu menurunkan atau menaikkan suara ini
akan memberi tanda perubahan suara. Pemberian garis bawah untuk kata-kata sulit
atau nama dapat menarik perhatian. Baca dengan pela unuk mempermudah
pengucapan.
g.
Buatlah
tanda-tanda di skrip untuk mempermudah bacaan.
I.
Etika
Dai saat Siaran Dakwah di Radio
Berikut adalah beberapa etika atau akhlak yang arus dai miliki saat
berkomunikasi dakwah di radio:
1.
Memperhatikan
etika berbicara diantaranya;
a.
Qawlan
Ma’rufan. Artinya
berkomunikasi yang baik dalam menyampaikan dakwah. Etika tersebut tentu akan
lebih penting lagi jika dilihat dari sudut komunikasi massa yang pendengarnya
bersifat missal seperti radio. Bila dai tidak mampu berkomunikasi lisan secara
baik dan pantas dengan publik, maka sebetulnya ia dinilai sebagai dai yang
tidak mempunyai etika komunikasi.
b.
Qawlan
Kariman. Artinya
berkomuikasi dengan perkataan yang muia. Dalam siaran dakwah di radio “Qawlan
Kariman” mengisyaratkan sau prinsip utama dalam etika komunikasi Islam
sebagai penghormatan kepada mad’u (pendengar).
c.
Qawlan
Maysuran. Artinya berkomunikasi
dengan perkataan yang pantas. Dalam berdakwah di radio, dai dianjurkan untuk
menyajikan bahasa yag mudah dicerna oleh pendengar. Dalam Al-Quran dikemukakan
istilah “Qawlan Maysuran” yang merupakan tuntutan untuk melakukan
kounikasi dengan mempergunakan bahasa yag mudah dimengerti dan melegaka
perasaan.
d.
Qawlan
Balighan. Artinya
perkataan yang mengena. “Qawlan Balighan” dapat diterjemahkan degan
komunikasi yang efektf. Jadi, dai harus mampu berdakwah dengan mengguaka bahasa
yang akan mengesankan atau membekas di hai pendengar. Sehigga pendengar
tersentuh hatinya untuk mengamakan pesan dakwah yang diterimanya.
e.
Qawlan
Layyinan. Artinya
komunikasi yang lemah lembut. Dai harus berkomunikasi degan lembut, tanpa
emosi, apalagi mencaci-maki pendengar yang sedang dibawa ke jalan yang benar.
Karena dengan cara sepert ini bisa lebi cepat dipahami oleh lawan dialog.
2.
Mengerti
kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh media komunikasi radio.
3.
Melaksanakan
teknik siaran di radio dengan baik.
4.
Menguasai
prinsip-prinsip dakwah melalui siaran di radio..
Penutup
A.
Kesimpulan
Pengertian etika komunikasi penyiaran dakwah melalui media radio
adalah tata cara yang baik atau akhlak dai untuk berkomunikasi menyampaikan
pesan dakwah melalui siaran audio (pendengaran) dengan media yang bernama
radio.
Hal-hal yang berkaitan dalam siaran dakwah di radio adalah:
1.
Karakteristik
Radio
2.
Keungguln
dan kelemahan Rado.
3.
Karakteristik
pendengar.
4.
Kecakapan
penyiar
5.
Kecakapan
penyiar
6.
Tips
menjadi penyiar professional, dan
7.
Prinsip
penyiaran dakwah dalam radio
Etika
komunikasi yang harus Dai aplikasikan saat siaran dakwah di radio dianaranya
adalah:
1.
Memperhatikan
etika berbicara, diantaranya;
a.
Qawlan
Ma’rufan (komunikasi
yang baik)
b.
Qawlan
Kariman (perkataan
yang muia)
c.
Qawlan
Maysuran (perkataan yang
pantas)
d.
Qawlan
Balighan (perkataan yang
mengena)
e.
Qawlan
Layyinan (komunikasi
yang lemah lembut)
2.
Meguasai
dan menjalankan teknik-teknik siaran dakwah di radio dengan baik dan benar.
Daftar Pustaka
Acep Aripudin,
2003, Dakwah Antar Budaya Suatu Kajian Awal. Bandung: KP Hadid
Aep Kusnawan,
dkk., 2009, Dimensi Ilmu Dakwah.
Bandung: Widya Padjajaran
Ahmad Amin,
1996, Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang
Asep Syamsul M
Romli, 2010, Broadcast Jurnalism.
Bandung: Nuansa
Enjang AS,
dkk., 2009, Etika Dakwah. Bandung:
Widya Padjajaran
Mafri Amir,
1999, Etika Komunikasi Massa Dalam
Pandangan Islam. Bandung: Logos.
Deddy Mulyana,
2007, Ilmu Komunikasi (Suatu Pengantar).Bandung: Rosda.
http://ambaryanisatunggal.blogspot.com/2011/01/komunikasi-penyiaran-dakwah-melalui.html