Kamis, 05 Februari 2015

Etika Komunikasi Penyiaran Dakwah Melalui Radio-Siti Nurul Hermawati

Etika Komunikasi Penyiaran Dakwah Melalui Radio
Siti Nurul Hermawati
Bimbingan dan Konseling Islam
Abstrak: Etika sangat diperlukan dalam kehidupan, termasuk dalam komunikasi penyiaran Dakwah. Karena  proses dakwah termasuk pada kegiatan komunikasi , maka etikanya disebut dengan Etika Dakwah. Model-model Komunikasi salah satunya adalah dengan media radio. Dan dakwah juga dapat disampaikan melalui radio. Sasaran dakwah meliputi semua umur (universal), karena dakwah sudah menjadi suatu kebutuhan hidup bagi setiap individu. Dalam model komunikasi ini, radio identik dengan hiburan karena mayoritas acaranya musik, maka banyak didengarkan oleh kaum muda.Maka diperlukan Etika komunikasi penyiaran dakwah melalui radio agar dapat menyampaikan pesan dakwah dengan tepat dan dapat   diterima oleh semua kalangan serta dapat menutupi kekurangan dari radio yang hanya terbatas pada audio saja sehingga pendengar tidak bosan apalagi saat mendengarkan siaran dakwah.. Dalam makalah ini akan membahas mengenai etika komunikasi penyiaran dakwah audio dengan media radio dan untuk memeahaminya didukung terlebih dahulu dengan pegetahuan seperti, pengertian dari kata etika, komunikasi, dakwah, radio, hal-hal yang berkaitan dengan siaran di radio, serta pengamatan atau analisis mengenai etika komunikasi penyiaran dakwah (Islam) bagi da’i (khususnya) yang suka berdakwah melalui siaran radio. Sehingga radio dapat menjadi pilihan menarik untuk mendengarkan dakwah.
Kata Kunci: Etika, Komunikasi, Dakwah, Radio.
Pendahuluan
A.    Latar Belakang Masalah
Media elektronik adalah salah satu media yang dapat dijadikan sarana atau media dalam berlangsungnya proses komunikasi. Keberadaan media elektronik terus berkembang. Bahkan kini telah banyak televisi-televisi atau radio-radio swasta. Itu artinya, media elektronik mengalami perkembangan yang cukup signifikan, walaupun baru hanya pada mangsa pasar lokal.
Membicarakan Etika Komunikasi Penyiaran Dakwah Melalui Media Audio (Radio) tidak di pungkiri kita sedang membicarakan secara tidak langsung makna dari dakwah, yang artinya dari kata da’a, yad’u, da’watan ajakan, seruan, undangan dan panggilan menuju jalan Allah SWT. 
Oleh karena itu, dakwah ”diuntut” untuk mengalami dinamika secara internal, yang dalam prosesnya terjadi ”tarik-ulur” antara dakwah dengan kondisi masyarakat. Perjalanan dakwah awalnya diperintahkan, lalu dilaksanakan kemudian disadari bahwa dakwah menjadi sebuah kebutuhan, karena syarat dengan manfaat dan penyelamat, dakwah pun menjadi aktivitas disetiap tempat dan waktu, menghadapi berbagai situasi, kondisi dan tantangan.
Melihat realita yang terjadi pada saat ini, ketika dakwah banyak digandrungi mad’u muda dan menjadi sebuah kebutuhan karena dakwah tidak lagi  dipandang tua atau  kolot namun minimnya  wadah  yang  mampu mengapresiasikan keinginan mad’u muda ini yang membuat mad’u digolongan muda menjadi jenuh, dan kembali  berpandangan seperti awal lagi bahwa yang nama nya dakwah itu identik dengan orang-orang tua dan membosankan.
Sebagai  jawabannya, maka dari itu saya sebagai akademisi dakwah berusaha membangun dan menciptakan landasan dakwah serta wadah dakwah  menjadi lebih menarik ketika  kita bungkus ke dalam media audio (Radio) tanpa melupakan konsep etika dalam dakwah ketika disampaikan didalam media yang identik untuk hiburan. Sehingga pesan dakwah dapat tersampaikan dan diterima oleh semua kalangan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Etika, Komunikasi, Dakwah, dan Radio ?
2.      Apa yang dimaksud dengan Etika Komuikasi Penyiaran Dakwah dalam Radio ?
3.      Bagaimana Konseptualisasi Etika Komunikasi Penyiaran Dakwah dalam Radio ?
4.      Hal apa saja yang ada dalam Radio ?
5.      Bagaimana Etika Komunikasi Dai saat Siaran Dakwah di Radio ?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian dari Etika, Komunikasi, Dakwah, dan Radio
2.      Memahami pengertian dari Etika Komuikasi Penyiaran Dakwah dalam Radio
3.      Mengetahui Konseptualisasi Etika Komunikasi Penyiaran Dakwah dalam Radio
4.      Mengetahui hal-hal yang ada dalam radio.
5.      Memahami Etika Komunikasi yang harus dimiliki Dai saat siaran di radio.
Tinjauan Teori/Konsep
A.    Pengertian Etika
Etika berasal dari kata ethos yaitu untuk suatu kehendak baik yang tetap. Etika berhubungan dengan soal baik atau buruk, benar atau salah. Etika adalah jiwa atau semangat yang menyertai suatu tindakan. Dengan demikian etika dilakukan oleh seseorang untuk perlakuan yang baik agar tidak menimbulkan keresahan dan orang lain menganggap bahwa tindakan tersebut memang memenuhi landasan etika.
B.     Pengertian Dakwah
Dakwah merupakan bahasa arab berasal dari kata da’wah yang bersumber pada kata (da’a,yad’u,da’watan) yang bermakna seruan, panggilan, atau do’a. Menurut Abdul Aziz menjelaskan bahwa da’wah bisa berarti memggil, menyeru, menegaskan atau membela sesuatu, perbuatan atau perkataan untuk menarik pada manusia kepada sesuatu, dan memohin dan meminta.
Dakwah adalah memanggil, menyeru dan mengajak manusia kepada Allah SWT. Pemahaman ini sejalan dengan penjelasan Allah dalam surat yusuf 108.
C.     ö@è% ¾ÍnÉ»yd þÍ?ŠÎ6y (#þqãã÷Šr& n<Î) «!$# 4 4n?tã >ouŽÅÁt/ O$tRr& Ç`tBur ÓÍ_yèt6¨?$# ( z`»ysö6ßur «!$# !$tBur O$tRr& z`ÏB šúüÏ.ÎŽô³ßJø9$# ÇÊÉÑÈ  
108. Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik".
C.    Hubungan Etika dengan Dakwah
Etika dakwah adalah pemikiran sistematis yang berusaha mengerti mengapa, atau atas dasar apa seorang dai harus hidup dan bertindak menurut norma-norma tertentu. Dapat juga diartikan sebagai ilmu yang membicarakan tentang “baik dan buruk”, dn tenang “hak dan kewajiban moral (akhlak) dari sorang da’i”. Selain itu, karena etika pun dapat diartikan sebagai akhlak, yaitu suatu kajian yang menjelaskan tentang arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada yang lainnya, maka dala etika dakwah sangat terkait dengan prilaku yang baik dan buruk, dan apa yang seharusnya dan apa yang tidak sepatutnya dilakukan oleh setiap pelaku dakwah (Enjang AS dan Hajir Tajiri 2009:15). Jadi, Etika diperlukan dalam proses kegiatan dakwah.
D.    Pengertian Komunikasi
Pengertian Komunikasi secara etimologis berasal dari kata communis. Tetapi istilah komunis dalam pembahasan ini tidak ada kaitannya dengan komunis secara politis dan ideologis. Yang ingin dijangkau disini hanyalah bahwa komunikasi berjalan lancer, jika orang-orang yang terlibat dalam proses mendapatkan makna atau pemahaman yang sama, sesuai dengan arti asal kata komunis itu yaitu, sama.
Secara terminologis, pengertian komunikasi dapat dirumuskan sebagai proses penyampaian suatu pernyataan oleh seorang kepada orang lain. Perkataan orang dalam pengertian ini membuktikan bahwa yang melakukan komunikasi adalah manusia. Dengan menyebut orang lain berarti komunikasi tidak harus antara dua orang manusia, tetapi bisa sejumlah orang. (Mafri Amir 1999:21-22)
E.     Pengertian Radio
Radio –tepatnya radio siaran (broadcasting radio) merupakan salah satu jenis media massa (mass media), yakni sarana atau saluran komunikasi massa (channel of mass communication), seperti halnya surat kabar, majalah, atau televise. Cirri khas utama radio adalah auditif, yakni dikonsumsi telinga atau pendengaran saja. (Asep Syamsul M. Romli 2010:19).
Radio sebagai Media Elektronik, dimasukkan kepada Komunikasi Massa, karena ada berita yang disiarkan secara luas dan dapat didengar oleh orang banyak. Untuk berita, radio mempunyai reporter yang khusus mencari dan mengolah berita. Radio sebagai media massa muncul setelah adanya film, yakni sekitar tahun 1920. Di Amerika Serikat orang yang dinilai berjasa dalam penemuan radio adalah Dr. Lee De Forest, David Sarnoff, dan Dr. Frank Conrad. Penyiaran informasi dalam bentuk berita dan penyiaran music oleh radio dimulai hampir bersamaan. Sekarang radio masih tetap memainkan perannya sebagai Media Massa meskipun Televisi dan Suratkabar atau majalah mengalami kemajuan pesat, baik kualitas maupun kuantitasnya. Bahkan Radio mempunyai kelebihan tersendiri, sebab seorang dapat mengikuti sambil tetap melakukan pekerjaannya. Berbeda dengan Suratkabar dan Televisi yang memerlukan penglihatan. (Mafri Amir 1999:28).
Radio termasuk pada komunikasi massa, dimana menurut Mafri Amir (1999:22), para ahli komunikasi sependapat bahwa yang dimaksudkan dengan Komunikasi Massa adalah komunikasi melalui media massa, karena ia merupakan singkatan komunikasi media massa (mass media communication). Selain dari radio yang termasuk ke dalam media komunikasi massa adalah suratkabar dan majalah, film, televisi, dan internet.
Siaran dakwah di radio diperlukan etika komunikasi massa yaitu menurut Mafri Amir dalm bukunya yang berjudul “Etika Komunikasi Massa” (1999:35-37), dalam konteks komunikasi, maka etika yang berlaku harus sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Berkomunikasi yang baik menurut norma agama, tentu harus sesuai pula dengan norma agama yang dianut. Bagi umat Islam, komunikasi yang baik adalah komunikasi yang sesuai dengan kaidah agama, yang senantiasa diukur dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi (Hadits). Dalam Islam, etika biasa disebutdengan akhlak. Karena itu, berkomunikasi harus memenuhi tuntutan akhlak sebagaimana tercantumi dalam sumber ajaran Islam itu sendiri, jadi kaitan antara nilai etis dengan norma yang berlaku sangat erat. Selain agama sebagai asa kepercayaan atau keyakinan masyarakat, maka ideology juga menjadi tolak ukur komunikasi. Tolak ukur dalam Pancasila dapat berbeda dengan nilai ideology Negara lain, karena perbedaan nilai-nilai dasarnya. Contoh: etik pers di masyarakat Barat vs etik pers Uni Soviet.
Pertimbangan etis bukan hanya di antar baik dan buruk, bukan juga diantara yang sama-sama baik. Etika juga harus merujuk kepada patokan nilai, standar benar dan salah. Kota berhadapan dengan masalah etika kapan saja kita harus melakukan tindakan yang sangat mempengaruhi orang lain.
Tindakan itu bukan tindakan terpaksa. Pada diri kita ada kebebasan untuk memilih cara dan tujuan berdasarkan patokan yang kita yakini. Patokan itu dapat bersumber pada latar belakang budaya, filsafat, dan agama. Sebagian orang bahkan tidak mau merujuk kepada patokan secara ketat. Menurut mereka, patokan iti bisa saja menyesatkan secara etis pada situasi tertentu.
Radio juga merupakan media komunikasi sosial karena siaran dakwah di radio tidak akan didengarkan oleh individu saja tetapi masyarakat. Fungsi dari komunikasi sosial menurut Deddy Mulyana (2007:5-6) setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangyun konsep diri kita, aktualisai-diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antar alain lewat komunikasi yang menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, RW, desa, kota, dan Negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.
F.     Pengertian Etika Komunikasi Penyiaran Dakwah Melalui Media Radio
Jadi pengertian etika komunikasi penyiaran dakwah melalui media radio adalah tata cara yang baik atau akhlak dai untuk berkomunikasi menyampaikan pesan dakwah melalui siaran audio (pendengaran) dengan media yang bernama radio.
G.    Konseptualisasi Etika Komunikasi Penyiaran Dakwah dalam Radio
Karena etika diperlukan dalam komunikasi, dan dakwah sebagai salah satu kegiatan atau proses dari komnukasi serta radio sebagai salah satu media penyalur komunikasinya maka etika, dakwah, dan radio merujuk pada komunikasi. Dan konseptualisasi komunikasi menurut Deddy Mulyana (2007: 67-77) dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Komunikasi (Suatu Pengantar)” ada tiga konsepualisasi komunikasi diantaranya :
1.      Komunikasi sebagai tindakan satu-arah
Suatu pemahaman populer mengenai komunmikasi manusia adalah komunikasi yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang (atau suatu lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap-muka) ataupun melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio atau televisi. Misalnya sesorang itu mempunyai informasi mengenai suatu masalah, lalau ia menyampaikannya kepada orang lain, orang lain, mendengarkan, dan mungkin berperilaku sebagai hasil mendengarkan pesan tersebut, lalu komunikasi dianggap telah terjadi. Jadi, komunikasi dianggap suatu proses linier yang dimulai dengan sumber atau pengirim dan berakhir pada penerima, atau sasaran atau tujuannya.
Contoh lain dalam hal dakwah, misalnya seseorang yang mendengarkan ceramah di radio saat waktu subuh dimana dai sebagai pengirim pesan, dan pendengar sebagai penerima pesan. dakwah (mad’u).
Komunikasi massa melalui radio dan televise sekarang ini cenderung dua-arah (interaktif). Suatu acara di ardio, ataupun televisi, sering mengadakan acara yang melibatkan Tanya jawab secara langsung dengan pendengar atau pemirsa.
2.      Komunikasi sebagai interaksi
Konseptualisasi kedua yang sering diterapkan pada komunikasi adalah interaksi . dalam arti sempit interaksi berarti saling mempengaruhi (mutual influence). Salah satu unsure yang dapat ditambahkan dalam konsep ini adlah umpan balik (feed back), yakni apa yang disampaikan penerima pesan kepada sumber pesan, yang sekaligus digunakan sumber pesan sebagai petunjuk mengenai efektivitas pesan yang ia sampaikan sebelumnya: apakah dapat dimengerti, dapat diterima, menghadapi kendala dan sebagainya, sehingga berdasarkan umpan balik itu, sumber dapat mengubah pesan selanjutnya agar sesuai dengan tujuannya. Tidak semua respons penerima adalah umpan balik. Suatu pesan disebut umpan balik bila hal itu merupakan respons terhadap pesan pengirim dan bila mempengaruhi perilaku selanjutnya  pengirim. Umpan balik juga tidak harus disengaja.
Contoh: pendengar mendengarkan siaran dakwah di radio, sebagai interaksi antara penyampai pesan dengan penerima pesan adalah pada dialog interaktif. Misalnya, pendengar bertanya kepada dai tentang problem dakwah dari situ terjadi proses interaksi diantara keduanya.
3.      Komunikasi sebagai transaksi
Dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila sesorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal ataupun perilaku nonverbalnya.
Dalam komunikasi transaksional, pengamatan atas aspek tertentu saja, misalnya pesan verbal saja atau pesan nonverbal saja, tidak menunjukan gambaran komunikasi yang utuh, istilah transaksi mengisyaratkan bahwa pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam keadaan interdependensi atau timbal balik; eksistensi satu pihak ditentukan oleh eksoistensi pihak lainnya. Pendekatan transaksional menyarankan bahwa semua unsur dalam proses komunikasi saling berhubungan . Persepsi seorang peserta komunikasi atas orang lain bergantung pada persepsi orang lain tersebut kepadanya, dan bahkan bergantung pula pada persepsinya terhadap lingkungan disekitarnya.
Contoh: ketika dai menyiarkan dakwah di radio, pendengar tidak hanya menafsirkan pesan dakwah yang dia sampaikan, tetapi dai sendiri memperhatikan kondisi pendengar, misalnya menarik pendengar denga bertanya.
Jadi, konsep etika komunikasi penyiaran dakwah di radio adalah konsep tata cara berbicara atau siaran berdakwah di radio dengan memperhatikan etika berbicara karena sifat radio yang auditif (didengar saja), diperlukan etika berbicara yang baik dan benar agar menarik untuk didengarkan dan pesan dakwah tersampaikan sesuai tujuan dan sasarannya.
H.    Ayat-ayat tetang Etika Berbicara.
Dalam berdakwah di radio perlu diperhatikan ayat-ayat yang berkaitan dengan etika berbicara dan ayat-ayat tentang penyaringan informasi. Diantarnya sebagai berikut:
1.      QS. Al-Baqarah ayat 263
* ×Aöqs% Ô$rã÷è¨B îotÏÿøótBur ׎öyz `ÏiB 7ps%y|¹ !$ygãèt7÷Ktƒ ]Œr& 3 ª!$#ur ;ÓÍ_xî ÒOŠÎ=ym ÇËÏÌÈ  
263. Perkataan yang baik dan pemberian maaf[167] lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
2.      QS. Al-Isra’ ayat 23
* 4Ó|Ós%ur y7/u žwr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$­ƒÎ) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7tƒ x8yYÏã uŽy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdŸxÏ. Ÿxsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJƒÌŸ2 ÇËÌÈ  
23. dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia
3. QS. Al-Isra’ ayat 28
$¨BÎ)ur £`|Ê̍÷èè? ãNåk÷]tã uä!$tóÏGö/$# 7puH÷qu `ÏiB y7Îi/¢ $ydqã_ös? @à)sù öNçl°; Zwöqs% #YqÝ¡øŠ¨B ÇËÑÈ  
28. dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka Ucapan yang pantas.
4.      QS. An-Nisa ayat 63
y7Í´¯»s9'ré& šúïÉ©9$# ãNn=÷ètƒ ª!$# $tB Îû óOÎhÎ/qè=è% óÚ̍ôãr'sù öNåk÷]tã öNßgôàÏãur @è%ur öNçl°; þ_Îû öNÎhÅ¡àÿRr& Kwöqs% $ZóŠÎ=t/ ÇÏÌÈ  
63. mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.
5.      QS. Tha Haa ayat 44
Ÿwqà)sù ¼çms9 Zwöqs% $YYÍh©9 ¼ã&©#yè©9 ㍩.xtFtƒ ÷rr& 4Óy´øƒs ÇÍÍÈ  
44. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut".
Etika Komunikasi Penyiaran Dakwah Melalui Media Radio
Etika komunikasi penyiaran dakwah dalam radio dapat dipelajari melalui etika berbicara atau cara penyaringan informasi yang sumbernya dapat diambil dari Al-Quran juga Hadits. Kegunaan etika dalam komunikasi penyiaran di radio mampu membuat pendengar menarik untuk mendengarkan acara radio khususnya siaran dakwah (Islam). Untuk menpelajari etika dalam komunikasi berdakwaah di radio diperlukan pengetahuan terlebih dahulu tentang hal-hal yang berkaitan dengan radio.
A.    Karakteristik Radio
Radio memiliki karakteristik yang berbeda dengan media massa lainnya. Dibandingkan dengan media massa lain, media radio memiliki karakteristik khas sebagai berikut:
1.                   Auditori. Radio adalah “suara”, untuk didengar, karenanya isi siaran bersifat “sepintas lalu” dan tidak dapat diulang. Pendengar tidak mungkin “menoleh ke belakang” sebagaimana penbaca Koran yang bisa kembali kepada tulisan yang sudah dibaca atau mengulang bacaan.
2.    Transmisi. Proses penyebarluasannya atau disampaikan kepada pendengar melalui pemancaran (transmisi).
3.    Mengandung gangguan. Seperti timbul-tenggelam (fading) dan gangguan teknis “chanel noise factor”.
4.    Theatre of Mind. Radio mencipta gambar (make pictures) dalam imajinasi pendengar melalui kata dan suara. Siaran radio merupakan seni memainkan imajinasi pendengar melalui kata dan suara. Pendengar hanya bisa membayangkan dalam imajinasinya apa yang dikemukakan penyiar, bahkan tentang sosok penyiarnya sendiri.
5.    Identik dengan musik. Radio adalah sarana hiburan termurah dan tercepat sehingga menjadi media utama untuk mendengarkan music. Dalam hal music, radio memiliki daya surprise seketika atau memberi kejutan, karena pendengar biasanya tidak tahu lagu apa yang disajikan berbeda dengan memutar kaset yang sudah bisa ditebak urutan lagunya. (Asep Syamsul M. Romli 2010:22-23)
Melalui karakteristik yang ada pada media komunikasi radio, dai dapat mempelajari etika sebagai penyiar dakwah diantaranya mampu menyiarkan dakwah melalui kata-kata yang bisa membuat pendengar tertarik, dengan etika berbicara atau tutur kata yang baik sehingga pendengar mengimajinasikan penyiar dengan hal-hal yang baik pula. Karena radio identk dengan musik, dalam siaran dakwahnya dapat dimasukan musik-musik yang Islam dan positif. Yang dapat membangun akhlak mulia bagi pendengarnya.
B.     Keunggulan Radio
1.      Cepat dan langsung. Sarana tercepat, lebih cepat dari Koran ataupun TV, dalam menyampaikan informasi kepad publik tanpa melalui proses yang rumit dan butuh waktu banyak seperti siaran TV atau sajian media cetak. Hanya dengan melalui telepon, reporter radio dapat secara langsung menyampaikan berita atau melaporkan peristiwa yang ada di lapangan.
2.      Akrab. Radio adalah alat yang akrab dengan pemiliknya. Anda jarang sekali duduk dalam satu grup dalam mendengarkan radio; tetapi biasanya mendengarkannya sendirian, seperti di mobil, di dapur, di kamar tidur, dan sebagainya.
3.      Dekat. Suara penyiar hadir di rumah atau di dekat pendengar. Pembicaraanya langsung menyentuh aspek pribadi (interpersonal communications).
4.      Hangat. Paduan kata-kata, musik, dan efek suara dalam siaran radio mampu mempengaruhi emosi pendengar. Pendengar akan bereaksi atas kehangatan suara penyiar dan seringkali berfikir bahwa penyiar adalah seorang teman bagi mereka.
5.      Sederhana. Tiodak rumit, tidak banyak pernik, baik bagi pengelolamauoun pendengar.
6.      Tanpa batas. Siaran radio menembus batas-batas geografis, demografis, SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan), dan kelas sosial.
7.      Murah. Dibandingkan dengan berlangganan media cetak atau harga pesawat televisi, pesawat radio relative jauh lebih murah. Pendengar pun tidak dipungut bayaran sepeser pun untuk mendengarkan radio.
8.      Bisa mengulang. Radio memiliki kesementaraan ala, (transient nature) sehingga berkemampuan mengulang informasi yang sudah disampaikan secara cepat.
9.      Fleksibel. Siaran radio bisa dinikmati sambil mengerjakan hal lain atau tanpa mengganggu aktifitas yang lain, seperti memasak, mengemudi, belajar dan membaca Koran atau buku. (Asep Syamsul M. Romli 2010:23-25)
Keunggulan radio memudahkan dai untuk beretika dalam siaran dakwah di radio karena akhlak yang diperlukan oleh di radio yang paling menonjol adalah etiak berbicara.
C.    Kelemahan Radio
1.      Selintas. Siaran radio cepat hilang dan gampang dilupakan. Pendengar tidak bisa mengulang apa yang didengarnya, tidak bisa seperi pembaca Koran yang bisa mengulang bacaannya dari awal tulisan.
2.      Global. Sajian informasi radio bersifat global, tidak detil, karenanya angka-angka pun dibulatkan. Misalnya penyiar akn menyebutkan “seribu orang lebih” untuk angka 1.053 orang.
3.      Batasan waktu. Waktu siaran radio relative terbatas, hanya 24 jam sehari, berbeda dengan suratkabar yang bisa menambah jumlah halaman dengan bebas. Waktu 24 jam sehari tidak bisa ditambah menjadi 25 jam atau lebih.
4.      Beralur linier. Program disajikan dan dinikmati pendengar berdasarkan urutan yang sudah ada, tidak bisa meloncat-loncat. Beda dengan surat kabar, pembaca bisa langsung ke rubric yang ia sukai.
5.      Mengandung gangguan. Seperti timbul-tenggelam (fading) dan gangguan teknis “channel noise factor
Dengan kelemahan yang dimiliki media komunikasi radio, etika komunikasi dakwah berusah untuk menutupi kelemahan itu. (Asep Syamsul M. Romli 2010:25-26)
D.    Karakteristik Pendengar
Dengan karakteristik serta keunggulan dan kelemahan radio diatas, pendengar radio pun memiliki karakteristik tersendiri, yaitu :
1.      Heterogen. Massa pendengar terdiri dari orang-orang yang berbeda usia, ras, suku, agama, strata social, latar belakang social-politik-budaya, dan kepentingan.
2.      Pribadi. Radio is personal! Pendengar adalah individu-individu, bukan tim atau organisasi. Karenanya komunikasi yang berlangsung bersifat interpersonal (antarpribadi), yakni penyiar dengan pendengar, dengan gaya “ngobrol”. Penyiar harus membayangkan seolah-olah sedang berbicara kepada satu orang saat siaran.
3.      Aktif. Pendengar radio siaran tidak pasif, tetapi berfikir, dapat melakukan interpretasi, dan menilai apa yang didengarnya.
4.      Selektif. Pendengar dapat memilih gelombang frekuensi, atau stasiun radio mana saja sesuai selera. Penyiar tidak bisa “memaksa” pendengar stay tune  di gelombang yang sama setiap saat.
Dengan karakteristik pendengar radio yang seperti ini, maka dai harus mampu meerapkan etika dakwah yang tepat dengan tutur bahasa yang baik seperti ngobrol. Agar enak didengar di telinga pemirsa. (Asep Syamsul M. Romli 2010:26-27)
E.     Kecakapan Penyiar
Ada beberapa kecakapan yang harus dimiliki seorang penyiar (Announcer’s Skill). Keahlian utama yang mutlak dimiliki seorang penyiar adaa tiga:
1.      Berbicara. Pekerjaan penyiar adalah berbicara, mengeluarkan suara, atau melakukan komunikasi secara lisan. Karenanya ia harus “lancar bicara” dengan kualitas vocal yang baik seperti pengaturan suara, pengendalianirama, tempo, artikulasi, dan sebagainya. Kelancaran berbicara dengan kualitas vocal yang baik dapat dibentuk dengan:
a.       Latihan pernafasan untuk bisa mengeluarka “suara diafragma”, yaitu suara yang terbentuk dari rongga perut. Suara ini akan lebih bertenaga (powerfull), bulat, terdengar jelas, dank eras, tanpa harus berteriak.
b.      Latihan intonasi (nada suara) untuk berbicara secara berirama cepat dan lambat dan tidak datar atau monoton.
c.       Latihan aksentuasi untuk mampu berbicara dengan penekanan pada kata-kata tertentu, misalnya dengan menggunakan “konsep suku kata” dan, yang, di (satu suku kata); bendera, pendekar, perhatian (tiga suku kata); dan sebagainya.
d.      Latihan speed, kecepatan bicara.
e.       Latihan artikulasi, kejelasan pengucapan kata-kata. Seringkali dijumpai kata atau istilah yang pengucapannya berbeda dengan penulisannya, utamanya kata-kata asing seperti “grand prix” (diucapkan: grong pri).
2.      Membaca. Dalam hal ini kemampuan Spoken Reading, yakni membaca naskah siaran namun terdengar seperti bertutur atau tidak membaca naskah.
3.      Menulis. Yaitu menulis naskah siaran. Seringkali penyiar harus menyiapkan naskah siarannya sendiri. Karenanya ia harus memiliki kemampuan naskah.
Menurut Ben G. Henneke dalam bukunya , The Radio Announcer’s Handbook (1954), kecakapan yang harus dimiliki penyiar meliputi:
a.       Komunikasi gagasan (communications of ideas). Seorang penyiar harus mampu menyampaikan gagasan, pemikiran, atau informasi dengan baik dan mudah dipahami pendengar.
b.      Komunikasi keperibadian (communications of personality).
c.       Proyeksi keperibadian. Penyiar harus memproyeksikan dirinya sebagai pribadi yang memiliki hal-hal berikut:
1)                   Keaslian (naturalness), yakni keaslian suara atau tidak dibuat-buat.
2)                   Kelincahan (vitality) dalam berbicara sehingga dinamis dan penuh semangat.
3)                   Keramahtamahan (friendliness) sehingga hangat dan akrab di telinga pendengar.
4)                   Kesanggupan menyesuaikan diri (adaptability), yakni bisa bekerja dalam tim, siap menghadapi risiko pekerjaan sebagai penyiar, dan mampu melayani atau mengimbangi ragam karakter pendengarnya.
d.      Pengucapan (pronouncation) yang jelas dan benar  atas setiap kata atau istilah yang dikemukakan.
e.       Kontrol suara (voice control), meliputi pola titinada (pitch), kerasnya suara (loudness), tempo (time), dan kadar suara (quality).
            Dalam praktiknya, masing-masing radio memiliki standar tersendiri atau standar tambahan bagi para penyiarnya. Radio dengan segmen pendengar anak muda, tentu membutuhkan penyiar yang mampu berbicara dalam bahasa dan gaya anak muda. Radio dengan segmen pendengar dewasa, tentu mensyaratkan penyiarnya siaran dengan bahasa dan gaya bicara orang dewasa.
                           CBS (Columbia Broadcasting System) misalnya memiliki standar penyiar sebagai berikut:
·         Gaya bicara yang baik dan pengucapan yang cermat, tidak mengandung logat daerah.
·         Keperibadian suara yang mengudarakan yang khas tanpa dibuat-buat. (Asep Syamsul M. Romli 2010:32-35)
F.     Teknik Siaran Radio
Ada dua teknik siaran dan dengan teknik inilah umumnya seorang penyiar bekerja atau melaksanakan tugasnya.
            Pertama, teknik Ad Libitum, yaitu teknik siaran denga cara berbicara santai, enjoy, tanpa beban atau tanpa tekanan, sesuai dengan seleranya (ad libituns means to speak at pleasure, as one wishes, as one desires) dan tanpa naskah.
            Untuk mencapai hasil optimal, penyiar yang melakukan teknik ad libitum harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
1.      Menggunakan bahasa sederhana, yaitu bahasa sehari-hari yang biasa digunakan dalam percakapan antarpribadi (bahas tutur).
2.      Mencatat terlebih dahulu pokok-pokok penting yang akan disampaikan selama siaran agar sistematis dan sesuai waktu yang tersedia. Penyiar berbicara dengan bantuan catatan tersebut (using note).
3.      Menguasai information behind information, yakni memahami keseluruhan informasi yang disajikan dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan informasi yang disampaikan. Dengan begitu, penyiar bisa berimprovisasi dalam siaran secara proposional dan tidak melantur (out of context).
4.      Menguasai istilah-istilah khusus (jargon) dalam bidang-bidang tertentu, sehingga pembicaraa tampak “bernas”, berkualitas, dan meyakinkan. Dalam siaran berita sepakbola misalnya, penyiar harus meguasai istilah-istilah seperti corner, tendangan, first, time, striker, ball, possession, dan sebagainya.
Sedangkan dalam siaran dakwah, tentu harus menguasai istilah dakwah misalnya, dai, mad’u, manhaj, dan sebagainya. Serta harus menguasai materi dakwah, agar pendengar yakin dengan pesan dakwah yang disampaikan.
5.      Menguasai standarisasi kata, antara lain standar pengucapan slogan atau motto stasiun radio, sapaan pendegar (stasion call), terminology musik atau lagu, frekuensi, dan line telefon yang bisa dihubungi pendengar untuk minta lagu, berkomentar, atau berinteraksi dengan penyiar atau narasumber.
6.      Mencegah atau menghindari pengucapan kata-kata yang tidak wajar atau melanggar rasa susila, misalnya menyinggung perasaan, atau melecehkan suku dan pemeluk agama tertentu (melanggar SARA).
Kedua, teknik membaca naskah (script reading). Dalam teknik ini, penyiar melakukan siaran dengan cara membacakan naskah siaran (script) yang sudah disusunnya sendiri atau dengan bantuan script writer.
Untuk mencapai hasil optimal, seorang penyiar harus mampu mengutarakan kata demi kata seolah-olah diucapkan tanpa bantuan naskah (spoken reading), yaitu dengan cara :
1.      Memahami dan meghayati isi naskah secara keseluruhan.
2.      Jika perlu, menggunakan tanda-tanda khusus dalam naskah untuk membantu kelancaran penyampaian, misalnya tanda garis miring satu (/) sebagai pengganti koma, garis miring dua (//) sebagai pengganti titik, dan strip bawah (_) sebagai tanda pengucapan satu kesatuan.
Contoh: Tentara yang datang itu/ tinggal menunggu perintah embak// Ribuan demonstran menggelar unjuk rasa anti-Israel//
3.      Mengeluarkan suara (bicara) seakan sedang “ngobrol” atau bercerita kepada seorang teman. Naskah dianggap hanya sebagai “contekan” data.
4.      Menggunakan gerakan tubuh (gesture) dan senyuman untuk menambah bobot bicara.
5.      Sebelum mngudara, berlatih dengan megeluarkan suara (bukan dalam hati), sekaligus melatih, intonasi, aksentuasi, artikulasi, dan speed.
6.      Meletakan naskah di tempat yang mudah di jangkau.
7.      Jangan sampai terpaksa membalik halaman naskah sambil berbicara-naskah tidak boleh bersambung.
8.      Sambil berbicara, membayangkan lawan bicara, ADA DI DEPAN, seolah-olah sedang menerangkan sesuatu via telepon, atau sedang bersama banyak orang namun berbicara kepada satu orang. (Asep Syamsul M. Romli 2010:39-42)
Teknik siaran radio ini, dapat juga diterapkan sebagai etika dai dalam berdakwah di radio. Seperti itulah akhlak dai saat siaran dakwah di radio, yakni dengan mengaplikasika teknik saran yang tepat.
G.    Tips Menjadi Penyiar Professional
Masih dikutip dari bukunya Asep Syamsul M. Romli (2010:53-55). Ada beberapa tips yang dapat dai gunakan untuk bisa menjadi penyiar dakwah professional di radio dengan mempelajari tips menjadi penyiar (umum) profsional berikut ini.
            Berikut ini beerapa tips dari para penyiar atau broadcaster kawakan sebagaimana dilasir situs www.sky.com
            Nick Pollard, Head of Sky News:
1.      Perseverance – don’t ever get discouraged, it’s a fiercely competitive industry, so keep trying. Keuletan - jangan pernah berkecil hati, (dunia kepenyiaran radio) ini merupakan sebuah industry yang bersaing ketat, maka teruslah berusaha.
2.      Acquire lots of skills, like using camera, editing, sound recording and writing. Raihlah banyak kecakapan, seperti menggunakan kamera, mengedit, merekam suara, dan menulis.
3.      Understand the importance of telling a story – it’s what makes people watch and listen. Pahami pentingnya menyampaikan sebuah cerita – inilah yang mmbuat oang melihat dan mendengar.
4.      Be nice of people. It’s amazing what doors you can open with a smile and a joke. Bersikap manislah kepada orang banyak. Menakjubkan pintu-pintu apa yang dapat Anda buka dengan sebuah senyuman dan humor.
5.      Be genuinely enthusiastic and informed about the job you are going for. Tetaplah semangat secara sungguh-sungguh dan terus mencari informasi tentang pekerjaan yang Anda geluti.
Martha Kearney, reporter/Presenter for BBC 2’s Newsnight and Presenter on BBC Radio 4’s Woman’s Hour
“Try and get as much xperience as possible in local radio, local papers, hospital radio, wherever, before you approach the professional broadcasters. Also, develop an interest or – so you can offer an employer something extra. Do make sure you listen to/or watch the programmes you’re interested in working for… ”
“berusahalah dan dapatkan sebanyak mungkin pengalaman di radio local, suratkabar lokal, radio rumah sakit, di mana saja, sebelum Anda mendekati para penyiar professional. Juga, bangunlah ktertarikan atau pengalaman di luar media-berita keuangan, olahraga, dsb.—sehingga Anda bisa menawarkan hal lain kepada atsan Anda. Pastikan Anda mendengarkan atau melihat program-program acara yang Anda minati…”
H.    Prinsip Penyampaian Dakwah dalam Radio
Prinsip penyampaian dakwah di radio ialah seorang dai harus memegang prinsip dasar siaran, yakni “berbicara dengan satu orang-bukan dengan sekelompok orang”. Ia harus membangun “keakraban” dan “kehangatan” dengan pendengar.
            Namun demikian, ada hal-hal khusus yang harus diperhatikan dai dalam menyampaikan dakwah, antara lain:
1.      Bicaralah pada pendengar,jangan membacakan dakwah seolah-olah hanya untuk mereka. Bahasa radio harus merupakan bahasa percakapan sebisa mungkin, jangan terlihat seperti membaca sesuatu dari kertas (jika materi dakwahnya ditulis dalam bentuk naskah). Renungkan bagaimana cara teman ANda berbicara degan Anda, atau bagaimana Anda mendengar percakapan orangorang di jalan.
2.      Baca seluruh naskah terlebh dahulu sebelum masuk studio dengan keras mngeluarkan suara, bukan dalam hati.
3.      Berlatih untuk mengucapkan kata-kata sulit atau istilah-istilah dakwah . jangan sampai salah ucap.
4.      Saat memasuki ruang studio, dai harus merasakan dirinya senyaman mungkin, rileks, tidak tegang.
5.      Letakan naskah atau catatan berada dalam jangkauan tangan dan mata.
6.      Ambil nafas. Mengambil nafas dapat membantu pembacaan. Naskah yang baik member kesempatan untuk bernafas normal. Kalimat-kalimat panjang akan membuat pembacannya sukar. Selalulah ambil nafas dan biarka sebentar sebelum memulai siaran. Namun, usahakan tarikan nafas tak terdengar saat membaca naskah.
7.      Kekuatan naskah terletak pada kekuatan pembacaannya. Karena itu:
a.       Jangan berteriak, cobalah untuk duduk cukup jauh dari mikrofon sehingga Anda dapat berbicara dengan suara cukup keras dalam jarak yang cukup. Jika mikrofnnya mengeluarkan suara karena Ada terlalu dekat, mundur sedikit dan bicaralah lebih keras sedikit.
b.      Suara dai harus kedengaran seperti “menceritakan” sebuah cerita, bukan membaca. Ia harus berusaha agar terdengar alamiah.
c.       Variasikan “turun-naik” suara yang kuat dan positif, lembut da simpatik, ringan dan ceria, sebagaimana menjelaskan sesuatu kepada teman dekat.
d.      Pakailah nada suara rendah. Keluarkan kata-kata dari perut bukan dari kerogkongan.
e.       Bervariasilah dalam kecepatan membaca. Tidak semua kata mmpunyai panjang yang sama. Apalagi dalam berdakwah ketika menyampaikan ayat Al-Quran yang berhubungan dengan pesan dakwah yang disampaikan, maka pembacaan ayat Al-Quran itu haruslah benar.
f.       Garis bawahi kata-kata dalam naskah yang perlu di tekan. Tulis dibawah dan di atas baris untuk membantu melihat di mana perlu menurunkan atau menaikkan suara ini akan memberi tanda perubahan suara. Pemberian garis bawah untuk kata-kata sulit atau nama dapat menarik perhatian. Baca dengan pela unuk mempermudah pengucapan.
g.      Buatlah tanda-tanda di skrip untuk mempermudah bacaan.
I.       Etika Dai saat Siaran Dakwah di Radio
Berikut adalah beberapa etika atau akhlak yang arus dai miliki saat berkomunikasi dakwah di radio:
1.      Memperhatikan etika berbicara diantaranya;
a.       Qawlan Ma’rufan. Artinya berkomunikasi yang baik dalam menyampaikan dakwah. Etika tersebut tentu akan lebih penting lagi jika dilihat dari sudut komunikasi massa yang pendengarnya bersifat missal seperti radio. Bila dai tidak mampu berkomunikasi lisan secara baik dan pantas dengan publik, maka sebetulnya ia dinilai sebagai dai yang tidak mempunyai etika komunikasi.
b.      Qawlan Kariman. Artinya berkomuikasi dengan perkataan yang muia. Dalam siaran dakwah di radio “Qawlan Kariman” mengisyaratkan sau prinsip utama dalam etika komunikasi Islam sebagai penghormatan kepada mad’u (pendengar).
c.       Qawlan Maysuran. Artinya berkomunikasi dengan perkataan yang pantas. Dalam berdakwah di radio, dai dianjurkan untuk menyajikan bahasa yag mudah dicerna oleh pendengar. Dalam Al-Quran dikemukakan istilah “Qawlan Maysuran” yang merupakan tuntutan untuk melakukan kounikasi dengan mempergunakan bahasa yag mudah dimengerti dan melegaka perasaan.
d.      Qawlan Balighan. Artinya perkataan yang mengena. “Qawlan Balighan” dapat diterjemahkan degan komunikasi yang efektf. Jadi, dai harus mampu berdakwah dengan mengguaka bahasa yang akan mengesankan atau membekas di hai pendengar. Sehigga pendengar tersentuh hatinya untuk mengamakan pesan dakwah yang diterimanya.
e.       Qawlan Layyinan. Artinya komunikasi yang lemah lembut. Dai harus berkomunikasi degan lembut, tanpa emosi, apalagi mencaci-maki pendengar yang sedang dibawa ke jalan yang benar. Karena dengan cara sepert ini bisa lebi cepat dipahami oleh lawan dialog.
2.      Mengerti kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh media komunikasi radio.
3.      Melaksanakan teknik siaran di radio dengan baik.
4.      Menguasai prinsip-prinsip dakwah melalui siaran di radio..
Penutup
A.    Kesimpulan
Pengertian etika komunikasi penyiaran dakwah melalui media radio adalah tata cara yang baik atau akhlak dai untuk berkomunikasi menyampaikan pesan dakwah melalui siaran audio (pendengaran) dengan media yang bernama radio.
Hal-hal yang berkaitan dalam siaran dakwah di radio adalah:
1.      Karakteristik Radio
2.      Keungguln dan kelemahan Rado.
3.      Karakteristik pendengar.
4.      Kecakapan penyiar
5.      Kecakapan penyiar
6.      Tips menjadi penyiar professional, dan
7.      Prinsip penyiaran dakwah dalam radio
Etika komunikasi yang harus Dai aplikasikan saat siaran dakwah di radio dianaranya adalah:
1.      Memperhatikan etika berbicara, diantaranya;
a.       Qawlan Ma’rufan (komunikasi yang baik)
b.      Qawlan Kariman (perkataan yang muia)
c.       Qawlan Maysuran (perkataan yang pantas)
d.      Qawlan Balighan (perkataan yang mengena)
e.       Qawlan Layyinan (komunikasi yang lemah lembut)
2.      Meguasai dan menjalankan teknik-teknik siaran dakwah di radio dengan baik dan benar.

Daftar Pustaka
Acep Aripudin, 2003, Dakwah Antar Budaya Suatu Kajian Awal. Bandung: KP Hadid
Aep Kusnawan, dkk., 2009, Dimensi Ilmu Dakwah. Bandung: Widya Padjajaran
Ahmad Amin, 1996, Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang
Asep Syamsul M Romli, 2010, Broadcast Jurnalism. Bandung: Nuansa
Enjang AS, dkk., 2009, Etika Dakwah. Bandung: Widya Padjajaran
Mafri Amir, 1999, Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam. Bandung: Logos.
Deddy Mulyana, 2007, Ilmu Komunikasi (Suatu Pengantar).Bandung: Rosda.
http://ambaryanisatunggal.blogspot.com/2011/01/komunikasi-penyiaran-dakwah-melalui.html