Kamis, 28 Mei 2015

Contoh Makalah Dakwah dan Patologi Sosial

DAKWAH DAN PATOLOGI SOSIAL
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Dakwah
dibimbing: Bapak Duddy Imanuddin
Oleh
Rd. Wilda ZN                                                1134010103
Rika Dehliah                                                 1134010106
Rina Sonia                                                     1134010110
Silvia Nurbaitul I                                          1134010128
Siti Nurul Hermawati                                   1134010132
Suci Meizinati                                               1134010135
Yossyfa Rakhma Z                                       1134010150
        BKI / IV / C
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN  SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT bahwa kami telah menyelesaikan tugas mata kuliah Filsafat Dakwah dengan membahas  “Dakwah dan Patologi Sosial”
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
  1. Dosen Mata kuliah Filsafat Dakwah yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada penulis sehingga penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
  2. Orang tua yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas ini selesai.
  3. Rekan-rekan yang telah membantu kami dalam pengerjan makalah ini.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amiin.
Bandung, April 2015


Daftar Isi
Kata Pengantar   ................................................................................................ i
Daftar Isi  ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang  .................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah  ............................................................................... 2
C.     Tujuan    ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengerian Dakwah   ..............................................................................3
B.     Pengertian Patologi Sosial ....................................................................4
C.     Dakwah dan Patologi Sosial .................................................................5
D.    Urgensi Patologi Sosial dalm Berdakwah ............................................9
1.      Pentingnya Patologi Sosial bagi Da’i dan Da’iyah ........................9
2.      Posisi Patologi Sosial dalam Pemahaman Dakwah .......................12
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan   ...................................................................................... 14
B.     Saran    ................................................................................................14
Daftar Pustaka   ..............................................................................................15


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dakwah sebagai agent of social change, sebagai corong perubahan dan pembaharuan. Dimana menurut epistimologi bagaimana cara merasa, cara berfikir, bertindak dan berbuat yang dijiwai oleh nilai-nilai agama tampil dalam manifestasi penganut. Sementara krisis sosial terjadi di mana-mana. Yakni terjadi penyimpangan sosial.
Pemenuhan kebutuhan hidup baik dari segi phisik dan segi phisikis perlu diketahui dan dipelajari bersama. Apabila penghayatan, pemahaman, dan pengertian akan ajaran agama  kurang dalam hal ini, seperti terputusnya antara pengetahuan, kegiatan, keterampilan dan sikap sehingga kita bertindak tidak sesuai dengan ajaran Islam yang seharusnya. Sehingga dalam upaya mewujudkan pemenuhan kebutuhan melakukan jalan pintas atau melakukan segala cara tanpa memperhatikan  kaidah-kaidah yang ditetapkan ajaran.
Kemajuan mekanisasi, industrialisasi, urbanisasi, modernisasi, yang diciptakan manusia baik dari barat maupun timur menimbulkan masalah-masalah. Baik itu berupa gangguan-gangguan, kebingungan, ketidakpercayaan diri, stress atau depresi, kriminal, kerusuhan, tawuran, perjudian, narkoba, pelacuran, pemerkosaan, pemboman, yang disiarkan radio, media cetak, tayangan televisi  mudah ditiru oleh masyarakat yang mempunyai kecendrungan potensial berpenyakit. Penyakit sosial tersebut dikenal dengan patologi sosial.
Berangkat dari hal di atas, kami penulis mencoba untuk memaparkan tentang Dakwah dan Patologi Sosial terutama tentang urgensi patologi sosial dalam berdakwah.


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Dakwah ?
2.      Apa yang dimaksud dengan Patologi Sosial ?
3.      Bagaimana hubungan antara dakwah dan patologi sosial ?
4.      Bagaimana urgensi patologi sosial dalm berdakwah bagi da’i ?

C.    Tujuan
1.      Memahami makna dakwah.
2.      Memahami makna Patologi Sosial.
3.      Mengetahui hubungan antara dakwah dan patologi sosial.
4.      Mengetahui urgensi patologi sosial dalam berdakwah.
5.      Memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Dakwah.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Dakwah
Dakwah secara bahasa berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan, yang berarti ajakakan, seruan, undangan dan panggilan. Sedangkan secara istilah berarti menyeru untuk mengikuti sesuatu dengan cara dan tujuan tertentu. (Kusnawan, 2009:15).
Dakwah adalah segala aktivitas dan kegiatan mengajak orang untuk berubah dari suatu situasi yang mengandung nilai bukan islami kepada nilai yang islami. (Kusnawan, 2009:16).
Sebagaimana firman Allah  dalam Q.S Ali-Imran ayat 104:
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ  
dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”  (Depag, 2004:63).
            Berdasarkan pengertian dakwah dan firman Allah diatas, penulis bersepakat bahwa dakwah sangat berperan dalam mnecegah atau memberi solusi dalam penganan kasus penyimpangan soaial yang sering terjadi di masyarakat. Sebagaimana tujuan dakwah sendiri adalah untuk meluruskan perilaku masyarakat agar sesuai dengan norma-norma sosial, sehingga kehidupan bermasyarakat menjadi kondusif.


B.     Pengertian Patologi Sosial
Menurut Kartono dalam Setiana (2015:1) istilah patologi berasal dari kata pathos: penderitaan, penyakit; dan logos: ilmu, atau ilmu tentang penyakit. Patologi sosial adalah ilmu tentang gejala-gejala sosial yang dianggap “sakit”, disebabkan oleh faktor-faktor sosial. Patologi sosial ialah ilmu tentang “penyakit masyarakat”, yaitu setiap tingkah laku manusia yang dianggap tidak sesuai, melanggar tingkah laku umum dan adat istiadat, atau tidak terintegrasi dengan tingkah laku biasa.
Para sosiolog mendefinisikan patologi sosial sebagai semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas, kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan dan hukum formal.
Kemajuan sains dan teknologi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi telah memunculkan banyak masalah sosial pada mayarakat modern. Gejala-gejala seperti kebimbangan, kebingungan, kecemasan, dan konflik-konflik baik eksternal maupun internal semakin nampak menjadi pemandangan keseharian. Dampak dari kondisi tersebut memunculkan stimuli orang untuk melakukan tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum.
Gejala-gejala psikis pada manusia dibagi menjadi dua, yakni subjektif dan objektif. Subjektif bisa diartikan sebagai dialami sendiri. Contohnya, pengalaman seseorang penderita gangguan/penyakit jiwa yang disampaikan kepada kita, disebut subjektif. Sedangkan objektif adalah sesuatu yang berlangsung dan membuahkan sesuatu atau serentetan “akibat”. Sungguh, betul, dapat dijelaskan atau diterangkan, dan bisa dikontrol kebenarannya karena ada bukti-bukti nyata. (Kartono, 1987:3).


Jadi, penyakit sosial yang menyerang salah satu manusia atau sekelompok manusia dapat bersifat subjektif dan objektif. Dan secara umum patologi sosial dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari penyimpangan-penyimpngan pada masyarakat. Penyakit masyarakat tersebut seperti korupsi, pornografi dan pornoaksi, perjudian, kriminalitas, pelacuran, gangguan mental, kenakalan remaja, gangguan kejiwaan, dan lain-lain.
C.    Hubungan antara Dawah dan Patologi Sosial
Dakwah selama ini terkesan sebagai suatu proses penyampaian informasi satu arah dalam bentuk ceramah atau pidato yang dilakukan oleh kalangan tertentu yang sering disebut da’i atau mubaligh (da’iyah/mubalighat bagi wanita).
Sejauh ini tujuan dakwah lebih ditekankan kepada upaya penyampaian informasi atau pesan-pesan keagamaan kepada masyarakat. Tidak heran, kalau kriteria keberhasilan dakwah hanya sebatas sampainya pesan-pesan tersebut di masyarakat, bukan pada bagaimana pesan-pesan itu diterima dan dilaksanakan secara sadar oleh masyarakat, sehingga terjadi transformasi kearah kehidupan yang lebih baik. Kegiatan dakwah selanjutnya hanya dianggap sebagai wadah tempat berkumpul yang sifatnya rutin.
Materi dakwah lebih banyak mengulas tentang peribadatan sehingga terkesan seolah-olah Islam itu hanya mengandung aspek ibadah, padahal ajaran Islam meliputi seluruh aspek teologi, tasawuf, filsafat, politik ekonomi dan seterusnya.
Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi adanya kecenderungan melihat dakwah sekedar sebagi suatu bentuk hiburan (entertainment) guna memuaskan hati atau menghibur masyarakat pendengarnya. Dakwah diadakan agar masyarakat tertarik untuk mendatangi suatu perhelatan dan di tempat itu mereka akan terhibur oleh retorika yang indah, puisi yang


menghanyutkan, ilustrasi yang agak porno, dan sebagainya, padahal, sukses tidaknya suatu dakwah bukanlah diukur melalui gelak tawa atau tepuk riuh pendengarnya. Seharusnya, sukses suatu dakwah dilihat dari bekas atau kesan yang ditinggalkan dalam jiwa pendengarnya yang kemudian terpantul pada perilaku mereka sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bersama di masyarakat.
Demikianlah sekilas potret dakwah masa kini. Fenomena yang digambarkan diatas membenarkan prediksi sejumlah pakar bahwa dakwah Islam perlu dibenahi agar ajaran Islam dapat berjalan seiring dengan kemajuan zaman sehingga betul-betul menjadi rahmatan lil alamiin. Dengan kata lain, dakwah perlu dilakukan secara konstektual, dengan mempertimbangkan kebutuhan pokok masyarakat sasaran, serta menyesuaikannya dengan kondisi dan situasi yang dihadapi masyarakat tersebut. (Setiana, 2015:143-144).
Untuk meletakkan posisi patologi sosial di dalam kegiatan berdakwah. Untuk seluruh masyarakat yang sehat dengan memperteguh kesehatannya. Dan juga kepada banyak orang normal, lebih lagi kepada individu dengan disposisi psikis yang lemah. Untuk menjadi sosiopatik, menjadi sakit secara sosial.
Di zaman yang serba globalisasi ini bertemulah banyak kebudayaan sebagai hasil daripada padatnya jaringan komunikasi daerah, nasional, internasional. Amalgasi (sambungan, campuran, keluluhan) antara bermacam-macam kebudayaan kadang-kadang bisa berlangsung lancar dan lembut dapat juga terjadi konflik-konflik hebat. Kemunculan budaya yang khaotis (kacau) dan kelompok sosial yang tidak bisa didamaikan atau dirukunkan, sehingga mengakibatkan banyak ketegangan, kecemasan dan ketakutan di kalangan rakyat banyak. Dimana hal ini tidak mudah dicernakan dan diintegrasikan oleh individu.


Situasi sosial yang serupa ini mudah mengembangkan tingkah laku patologis. Maka muncullah kelompok-kelompok dan fraksi-fraksi di tengah masyarakat, masing-masing mentaati norma-norma dan peraturan-peraturannya sendiri dan bertingkah laku semau sendiri.
Lambat laun apabila tingkah laku menyimpang (deviasi) itu terjadi secara meluas di dalam masyarakat, maka berlangsunglah deviasi situasi yang kumulatif. Misalnya dalam bentuk kebudayaan korupsi, kriminalitas yang semakin merajalela deviasi seksual dan lainnya. Tumbuh dan kembangnya suatu budaya perlu dicoba untuk dianalisa lebih tajam agar generasi muda sebagai penerus dengan disposisi psikis yang masih  lemah mengetahui  sedini mungkin gejala-gejala patologi sosial dari segi sosial kulturalnya agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai bermacam-macam penyakit di masyarakat.
Pencerahan yang diberikan dakwah lebih kuat pondasinya, apabila penyakit-penyakit itu lebih awal diketahuinya. Sehingga dapat ditepis, diseleksi, dihindari meluasnya gejala-gejala sosiopatik. Materi ini memberi pengetahuan dasar kepada generasi muda. Mengobati, pencandu narkoba jauh lebih mahal. Dari pada dengan mengetahui hal ini lebih dahulu dapat mengembangkan potensi lebih kreatif dan berguna bagi kehidupan.
Pengetahuan berbagai ragam penyakit-penyakit masyarakat, sama dengan meletakkan landasan awal dari kesehatan mental, mental yang dapat tumbuh dan berkembang yang diperkokoh oleh dakwah dengan nilai-nilai ajaran Islam. Berfungsinya rem-rem kendali diri bukan karena ingin dimiliki orang (masyarakat) tetapi karena memang menyadari penyakit-penyakit itu, tidak akan terjadi yang berawal dari kebiasaan-kebiasaan yang malas. Kesalahan atau kejahatan itu tidak akan tumbuh kalau tidak dibiarkan dan tidak dipupuk.


Daya selektifitas yang difungsikan karena mengetahui, berbeda dengan penuhnya nasehat dan larangan, sebab sifat ilmu patologi tidak menilai tetapi menyangkut problem atau penyakit-penyakit atau juga penderitaan di masyarakat. Mengapa materi patologi sosial perlu diketahui, karena salah satu problem masyarakat. Dimana perlu diketahui, apakah yang menyebabkan penyakit tersebut. Apakah murni karena kondisi sosial murni, atau ada sebab lain. Sehingga pengetahuan tentang penyakit-penyakit ini minimal dapat dicegah karena kita mengetahui dan menyadarinya. Apabila masing-masing individu menyadari dan mengetahui dari sikap yang minimal ini calon generasi muda punya rem-rem, psikis untuk dapat selektif di dalam meniru prilaku orang dewasa yang menyimpang. Mencegah jauh lebih baik dari pada mengobatinya. (Husein, 2004:94-96). Adapun bagan dakwah dan patologi sosial dapat digambarkan sebagai berikut:
DAKWAH
INDIVIDU MASYARAKAT
FAKTA
MASYARAKAT

BAIK
BURUKK
GANGGUAN DAN PENYAKIT PADA MASYARAKAT

PATOLOGI SOSIAL:
1.    Ilmu yang mempelajari tentang penyakit sosial.
2.    Jenis penyakit sosial.
3.    Kriteria penyakit sosial.
PERUBAHAN
 














                                                                                                                       


D.    Urgensi Patologi Sosial dalam Berdakwah
1.      Pentingnya Patologi Sosial bagi Da’i dan Da’iyah
Penyebar kebenaran dengan perembesan damai, dimana da’i dan daiyah adalah panutan masyarakat. Kesejukan yang dibawanya menjadi bahan berfikir bagi manusia untuk mempertimbangan apa yang disampaikan oleh para da’i dan daiyah. Kualitas ajaran yang diukur dari perwujudan perilaku penganut, perlu dipertimbangkan kembali. Secara dangkal performen penganut dibahas oleh orang-orang yang kurang mendalami ajaran. Disamping keterbatasan kualitas dapat disalah gunakan oleh orang-orang yang cerdas, tanpa mengerti ajaran. Dapat juga memahami ajaran sepotong-potong, hingga timbul kefanatikan. Dalam Islam, jihad (bersungguh-sungguh) dalam hal bekerja, merobah nasib kepada yang lebih terhormat itu diperintahkan Allah. Terjadinya penangkapan, perubahan, mengajak kita berfikir apa yang sebenarnya terjadi.
Apa yang mendorong mereka melakukan hal-hal yang tidak terpuji. Apakah pemahamannya dangkal atau karena kefanatikan, atau karena ada sebab lain yang belum diketahui. Banyak alasan yang perlu dipelajari mengapa penganut melakukan kekerasan, apakah penyebab dari sikap sisi pandang yang berbeda bukan cara pandang seluruh penganut. Bagaimana para da’i dan daiyah membahasnya kalau klasifikasi penganut tidak ditengok lebih jauh. Apa yang dapat dikerjakan untuk mencegah menjalarnya bermacam-macam penyakit atau disebut patologi sosial. Karena mencegah lebih baik dari pada mengobati yang sudah membudaya, parah akibatnya pada pandangan masyarakat dunia. Lebih baik menggerakkan masyarakat untuk bekerja dari pada suka meminjam uang ke masyarakat dunia.
Perlu harga diri sebagai bangsa dipupuk, oleh para da’i (daiyah) dengan daya kreatifitas dan keterampilan daripada banyak uang tetapi pinjaman, menjual kemiskinan ke dunia ialah perbuatan tidak terpuji.


Bermusyawarah dengan para anggota majlis ta’lim untuk menanggulangi perekonomian jauh lebih baik. Apalagi waktu untuk tahun ajaran baru. Mestinya majlis ta’lim dapat menjadi sentral perbaikan dan perubahan bukan hanya mendengar ceramah. Dimulai dari pembenahan organisasi, baik anggota warganya, keluarganya. Dimana manajer-manajer magang sebagai awal pelatihan perlu dilakukan. Perlombaan antar majlis ta’lim di dalam kerapian administrasi, kebersihan, ketertiban anggota adanya bimbingan konseling Islam, dalam upaya meningkatkan keberhasilan dakwah. Pembinaan dari awal dengan  pendataan yang rapi dan lengkap beserta pengetahuan tentang kekurangan dan kelebihan warganya dapat menjadi rekayasa sosial dari pengembangan masyarakat Islam.
Mencoba mengemukakan mengapa patologi sosial menjadi mendesak di dalam berdakwah, yakni sesuai dengan visi dan misi universitan islam negeri di dalam hal ini untuk fakultas Dakwah sebagai salah satu agent of social change atau ujung tombak dari pembaharuan masyarakat. Karena dakwah itu berprinsip menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar (atau menegakkan kebaikan dan menjauhi larangan). Di dalam sunatullah yang disebut oleh umum hukum alam selalu menuju keseimbangan tayangan televisi sergap, serbu yang menggambarkan apa adanya melalui rekonstruksi prilaku diimbangi dengan oleh tayangan “perbuatan mulia” kebaikan polisi membrantas kejahatan, atau juga menolong masyarakat yang ditimpa masyarakat, gempa, banjir, kecelakaan, dan mengejar perampok dan penjahat yang kadang kala polisinya sendiri yang tertembak. Oleh sebab itu diperlukan ilmu bantu untuk menegakkan landasarn akhlaqul karimah sebagai prinsip-prinsip tugas pokok:
1. Visi dan misi UIN perlu disebarluaskan untuk membentuk akhlaqul karimah secara optimal.


2. Asas serasi dan selaras di dalam penyesuaian dengan kehidupan
globalisasi. Sebagai upaya pencegahan (preventif) agar tidak sakit. 
3. Asas kebutuhan dasar (hidup bermakna, dengan menyalurkan rasa ingin
tahu untuk menjadi sehat secara phisik dan psikis).
4. Asas daya guna dan pengetahuan patologi sosial sebagai upaya preventif,
kuratif dan promotif.
5. Asas mandiri yang efektif dengan mengetahui lebih hati-hati dan waspada
pada penularan penyakit sosial (jahat perangai itu menular).
6. Asas strategis agar dapat memupuk semangat cita dan citra generasi muda
dan membawa proses pemantapan kedewasaan lebih baik dan sehat.
7. Asas kontunitas atau berkesinambungan dari tahap-tahap pengembagan
masyarakat.
Pembahasan mengenai penyakit-penyakit masyarakat diharapkan dapat bekerja sama dengan berbagai institusi. Pencegahan, penanggulangan, dan perbaikan melalui rukun tetangga, rukun warga, para remaja yang perduli lingkungan bersama kelurahan dapat digerakkan bersama-sama untuk memperkecil penyakit-penyakit yang ada di masyarakat. Penyebarluasan materi patologi sosial melalui sarana yang dijelaskan dengna pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan oleh mahasiswa dakwah sebagai ikon-ikon da’i  dan daiyah yang diharapkan oleh masyarakat. (Husein, 2004:108-111).


Dari apa yang dikemukakan di atas adanya point-point pentingnya pengetahuan patologi sosial bagi da’i  dan daiyah yaitu :
a.    Mencegah terjadinya penularan penyakit-penyakit masyarakat, salah satu upaya untuk menyehatkan masyarakat.
b.    Dengan mental yang sakit, bangsa Indonesia hanya dapat membangun phisik, tetapi rapuh dari dalam dari dalam.
c.    Kekacauan, kekalutan, penyimpangan perilaku yang terjadi di berbagai lapisan masyarakat adalah indikasi runtuhnya bangsa itu.
d.   Pembenahan dari awal dan sedini mungkin perlu dilakukan.
e.    Terhindar dari penyakit dengna pengertian, permasalahan dan kesadaran membuat bangsa rem-rem (daya kontrol) pribadi dan berkenan pula untuk menyeleksi apa yang baik dan tidak bagi masa depan mereka sendiri.
f.     Generasi sekarang biasanya menyempurnakan apa yang telah dikerjakan oleh para pendahulunya. Dengan mengambil pengalaman yang kurang atau lemah diperbaiki, yang baik diperkokoh. (Husein, 2004:114-115)
2.      Posisi Patologi Sosial dalam Pemahaman Dakwah
Karena dakwah adalah ujung tombak dari pencerahan kehidupan masyarakat. Adalah hal sulit dipahami, apa yang akan dijelaskan kalau tidak tahu penyakitnya di dalam masyarakat. Dan apa yang jadi sebabnya sakit. Bagaimana mencegah penyakit, bagaimana terjadinya proses penyakit tersebut, bagaimana solusinya.
Secara sederhana dikemukakan ada pencegahan, ada perbaikan atau upaya memperkecil penyakitnya. Penyebarluasan materi patologi sosial seiring dengan pembenahan diri untuk menjadi sehat secara utuh, sesuai dengan re interpretasi dakwah yaitu keteladanan seiring dengan ajaran  dalam penyebarluasan amar ma’ruf nahi munkar, lebih tepatnya memanusiakan manusia atau mengangkat harakat dan martabat manusia.


Setelah mencoba mengangkat permasalahan, dicoba melihat gejala-gejala yang ada di masyarakat dengan mencoba memperhatikan apa yang terjadi di lingkungan masyarakat globalisasi. Oleh sebab itu diperlukan mencoba merumuskan kembali pengertian ilmu dakwah. Karena ia sebagai ujung tombak pencerdasan masyarakat yang perlu didukung oleh institusi atau lembaga dakwah. Kondisi masyarakat membutuhkan da’i yang profesional dengan segala persiapan yang lebih matang. Selanjutnya menjelaskan kenapa pengetahuan patologi sosial menjadi mendesak karena kondisi masyarakat  yang cukup memprihatinkan. Justru penyakit-penyakit masyarakat sebagai salah satu masalah masyarakat yang dibutuhkan pemahamannya bagi da’i  yang profesional. Dan prinsipnya sebagai ilmu bantu di dalam berdakwah dengan mengangkat beberapa materi ke pembahasan. Untuk menjelaskan betapa mendesaknya pengetahuan patologi sebagai salah satu upaya pencegahan penyebarluasan berbagai ragam penyakit yang tidak disadari terutama oleh generasi muda. (Husein, 2004:125-126).


BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
Berdasarkan materi yang telah dipaparkan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam :
Dakwah adalah kegiatan menyeru masyarakat agar terhindar dan mengatsi diri dari penyimpangan-penyimpangan sosial.
Patologi sosial adalah ilmu yang mempelajari permasalahan terkait penyakit penyakit sosial seperti korupsi, gangguan mental, kenakalan remaja, dan lain-lain.
Hubungan antara Dakwah dan patologi sosial adalah patologi sosial sebagai ilmu bantu dalam menjalankan kegiatan dakwah.
Urgensi patologi sosial dalam berdakwah adalah sebagai ilmu yang membantu da’i atau da’iyah dalam menyampaikan misi dakwah yaitu mencegah dan upaya untuk memperkecil penyakit sosial.



B.  Saran
Sehubungan dengan materi dan kesimpulan tersebut, penulis memberikan saran bahwa kita perlu untuk memahami patologi sosial agar dapat membantu tugas kita sebagai manusia yakni berdakwah, sehingga dapat meminimalisir penyimpangan-penyimpangan atau penyakit-penyakit sosial terutama bagi calon konselor dan mahasiswa di fakultas Dakwah dan Komunikasi.


DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI.(2004). Al-Quran dan Terjemahnya, Bandung: CV J-Art
Elidar Husein.(2004). Urgensi Patologi Sosial Dalam Berdakwah (Thesis), Jakarta: Universitas Islam Negeri Jakarta
Kartono, Kartini.(1987). Patologi Sosial 3, Jakarta:CV Rajawali
Kusnawan, Aep, dkk.(2009). Dimensi Ilmu Dakwah, Bandung:Widya Padjajaran
Setiana, Wiryo.(2015). Patologi Sosial, Bandung:CV. Mimbar Pustaka