DAKWAH
DAN PATOLOGI SOSIAL
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Dakwah
dibimbing: Bapak Duddy Imanuddin
Oleh
Rd. Wilda ZN 1134010103
Rika Dehliah 1134010106
Rina Sonia 1134010110
Silvia Nurbaitul I 1134010128
Siti Nurul Hermawati 1134010132
Suci Meizinati 1134010135
Yossyfa Rakhma Z 1134010150
BKI / IV / C
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT bahwa kami telah menyelesaikan
tugas mata kuliah Filsafat Dakwah dengan membahas “Dakwah dan Patologi Sosial”
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami
hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
- Dosen
Mata kuliah Filsafat Dakwah yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada penulis
sehingga penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
- Orang
tua yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai
kesulitan sehingga tugas ini selesai.
- Rekan-rekan
yang telah membantu kami dalam pengerjan makalah ini.
Semoga
materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai, Amiin.
Bandung, April
2015
Daftar Isi
Kata
Pengantar ................................................................................................
i
Daftar
Isi .........................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang ....................................................................................
1
B.
Rumusan
Masalah ...............................................................................
2
C.
Tujuan ...............................................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengerian
Dakwah
..............................................................................3
B.
Pengertian
Patologi Sosial
....................................................................4
C.
Dakwah
dan Patologi Sosial
.................................................................5
D.
Urgensi
Patologi Sosial dalm Berdakwah ............................................9
1.
Pentingnya
Patologi Sosial bagi Da’i dan Da’iyah ........................9
2.
Posisi
Patologi Sosial dalam Pemahaman Dakwah .......................12
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan ......................................................................................
14
B.
Saran ................................................................................................14
Daftar
Pustaka ..............................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dakwah sebagai agent of social change, sebagai corong perubahan dan pembaharuan.
Dimana menurut epistimologi bagaimana cara merasa, cara berfikir, bertindak dan
berbuat yang dijiwai oleh nilai-nilai agama tampil dalam manifestasi penganut.
Sementara krisis sosial terjadi di mana-mana. Yakni terjadi penyimpangan
sosial.
Pemenuhan kebutuhan hidup baik dari segi
phisik dan segi phisikis perlu diketahui dan dipelajari bersama. Apabila
penghayatan, pemahaman, dan pengertian akan ajaran agama kurang dalam hal ini, seperti terputusnya
antara pengetahuan, kegiatan, keterampilan dan sikap sehingga kita bertindak
tidak sesuai dengan ajaran Islam yang seharusnya. Sehingga dalam upaya
mewujudkan pemenuhan kebutuhan melakukan jalan pintas atau melakukan segala
cara tanpa memperhatikan kaidah-kaidah
yang ditetapkan ajaran.
Kemajuan mekanisasi, industrialisasi,
urbanisasi, modernisasi, yang diciptakan manusia baik dari barat maupun timur
menimbulkan masalah-masalah. Baik itu berupa gangguan-gangguan, kebingungan,
ketidakpercayaan diri, stress atau depresi, kriminal, kerusuhan, tawuran,
perjudian, narkoba, pelacuran, pemerkosaan, pemboman, yang disiarkan radio,
media cetak, tayangan televisi mudah
ditiru oleh masyarakat yang mempunyai kecendrungan potensial berpenyakit. Penyakit
sosial tersebut dikenal dengan patologi sosial.
Berangkat dari hal di atas, kami penulis
mencoba untuk memaparkan tentang Dakwah dan Patologi Sosial terutama tentang
urgensi patologi sosial dalam berdakwah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Dakwah ?
2.
Apa
yang dimaksud dengan Patologi Sosial ?
3.
Bagaimana
hubungan antara dakwah dan patologi sosial ?
4.
Bagaimana
urgensi patologi sosial dalm berdakwah bagi da’i ?
C.
Tujuan
1. Memahami makna dakwah.
2. Memahami makna Patologi Sosial.
3. Mengetahui hubungan antara dakwah dan patologi sosial.
4. Mengetahui urgensi patologi sosial dalam berdakwah.
5. Memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Dakwah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Dakwah
Dakwah secara
bahasa berasal dari kata da’a, yad’u,
da’watan, yang berarti ajakakan, seruan, undangan dan panggilan. Sedangkan
secara istilah berarti menyeru untuk mengikuti sesuatu dengan cara dan tujuan
tertentu. (Kusnawan, 2009:15).
Dakwah adalah
segala aktivitas dan kegiatan mengajak orang untuk berubah dari suatu situasi
yang mengandung nilai bukan islami kepada nilai yang islami. (Kusnawan,
2009:16).
Sebagaimana
firman Allah dalam Q.S Ali-Imran ayat
104:
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôt n<Î) Îösø:$# tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4
y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
“dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung.” (Depag,
2004:63).
Berdasarkan
pengertian dakwah dan firman Allah diatas, penulis bersepakat bahwa dakwah
sangat berperan dalam mnecegah atau memberi solusi dalam penganan kasus
penyimpangan soaial yang sering terjadi di masyarakat. Sebagaimana tujuan
dakwah sendiri adalah untuk meluruskan perilaku masyarakat agar sesuai dengan
norma-norma sosial, sehingga kehidupan bermasyarakat menjadi kondusif.
B.
Pengertian Patologi Sosial
Menurut Kartono
dalam Setiana (2015:1) istilah patologi
berasal dari kata pathos:
penderitaan, penyakit; dan logos:
ilmu, atau ilmu tentang penyakit. Patologi sosial adalah ilmu tentang
gejala-gejala sosial yang dianggap “sakit”, disebabkan oleh faktor-faktor
sosial. Patologi sosial ialah ilmu tentang “penyakit masyarakat”, yaitu setiap
tingkah laku manusia yang dianggap tidak sesuai, melanggar tingkah laku umum
dan adat istiadat, atau tidak terintegrasi dengan tingkah laku biasa.
Para sosiolog
mendefinisikan patologi sosial sebagai semua tingkah laku yang bertentangan
dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik,
solidaritas, kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan dan
hukum formal.
Kemajuan sains
dan teknologi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi telah memunculkan
banyak masalah sosial pada mayarakat modern. Gejala-gejala seperti kebimbangan,
kebingungan, kecemasan, dan konflik-konflik baik eksternal maupun internal
semakin nampak menjadi pemandangan keseharian. Dampak dari kondisi tersebut
memunculkan stimuli orang untuk melakukan tingkah laku menyimpang dari
norma-norma umum.
Gejala-gejala
psikis pada manusia dibagi menjadi dua, yakni subjektif dan objektif. Subjektif bisa diartikan sebagai dialami
sendiri. Contohnya, pengalaman seseorang penderita gangguan/penyakit jiwa yang
disampaikan kepada kita, disebut subjektif. Sedangkan objektif adalah sesuatu yang berlangsung dan membuahkan sesuatu
atau serentetan “akibat”. Sungguh, betul, dapat dijelaskan atau diterangkan,
dan bisa dikontrol kebenarannya karena ada bukti-bukti nyata. (Kartono,
1987:3).
Jadi, penyakit
sosial yang menyerang salah satu manusia atau sekelompok manusia dapat bersifat
subjektif dan objektif. Dan secara umum patologi sosial dapat diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari penyimpangan-penyimpngan pada masyarakat. Penyakit masyarakat
tersebut seperti korupsi, pornografi dan pornoaksi, perjudian, kriminalitas,
pelacuran, gangguan mental, kenakalan remaja, gangguan kejiwaan, dan lain-lain.
C.
Hubungan antara Dawah dan Patologi Sosial
Dakwah selama
ini terkesan sebagai suatu proses penyampaian informasi satu arah dalam bentuk
ceramah atau pidato yang dilakukan oleh kalangan tertentu yang sering disebut da’i atau mubaligh (da’iyah/mubalighat bagi
wanita).
Sejauh ini
tujuan dakwah lebih ditekankan kepada upaya penyampaian informasi atau
pesan-pesan keagamaan kepada masyarakat. Tidak heran, kalau kriteria
keberhasilan dakwah hanya sebatas sampainya pesan-pesan tersebut di masyarakat,
bukan pada bagaimana pesan-pesan itu diterima dan dilaksanakan secara sadar
oleh masyarakat, sehingga terjadi transformasi kearah kehidupan yang lebih
baik. Kegiatan dakwah selanjutnya hanya dianggap sebagai wadah tempat berkumpul
yang sifatnya rutin.
Materi dakwah
lebih banyak mengulas tentang peribadatan sehingga terkesan seolah-olah Islam
itu hanya mengandung aspek ibadah, padahal ajaran Islam meliputi seluruh aspek
teologi, tasawuf, filsafat, politik ekonomi dan seterusnya.
Bahkan yang
lebih memprihatinkan lagi adanya kecenderungan melihat dakwah sekedar sebagi
suatu bentuk hiburan (entertainment)
guna memuaskan hati atau menghibur masyarakat pendengarnya. Dakwah diadakan
agar masyarakat tertarik untuk mendatangi suatu perhelatan dan di tempat itu
mereka akan terhibur oleh retorika yang indah, puisi yang
menghanyutkan,
ilustrasi yang agak porno, dan sebagainya, padahal, sukses tidaknya suatu
dakwah bukanlah diukur melalui gelak tawa atau tepuk riuh pendengarnya.
Seharusnya, sukses suatu dakwah dilihat dari bekas atau kesan yang ditinggalkan
dalam jiwa pendengarnya yang kemudian terpantul pada perilaku mereka
sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bersama di
masyarakat.
Demikianlah
sekilas potret dakwah masa kini. Fenomena yang digambarkan diatas membenarkan
prediksi sejumlah pakar bahwa dakwah Islam perlu dibenahi agar ajaran Islam
dapat berjalan seiring dengan kemajuan zaman sehingga betul-betul menjadi rahmatan lil alamiin. Dengan kata lain,
dakwah perlu dilakukan secara konstektual, dengan mempertimbangkan kebutuhan
pokok masyarakat sasaran, serta menyesuaikannya dengan kondisi dan situasi yang
dihadapi masyarakat tersebut. (Setiana, 2015:143-144).
Untuk
meletakkan posisi patologi sosial di dalam kegiatan berdakwah. Untuk seluruh
masyarakat yang sehat dengan memperteguh kesehatannya. Dan juga kepada banyak
orang normal, lebih lagi kepada individu dengan disposisi psikis yang lemah.
Untuk menjadi sosiopatik, menjadi sakit secara sosial.
Di zaman yang
serba globalisasi ini bertemulah banyak kebudayaan sebagai hasil daripada
padatnya jaringan komunikasi daerah, nasional, internasional. Amalgasi
(sambungan, campuran, keluluhan) antara bermacam-macam kebudayaan kadang-kadang
bisa berlangsung lancar dan lembut dapat juga terjadi konflik-konflik hebat.
Kemunculan budaya yang khaotis (kacau) dan kelompok sosial yang tidak bisa
didamaikan atau dirukunkan, sehingga mengakibatkan banyak ketegangan, kecemasan
dan ketakutan di kalangan rakyat banyak. Dimana hal ini tidak mudah dicernakan
dan diintegrasikan oleh individu.
Situasi sosial
yang serupa ini mudah mengembangkan tingkah laku patologis. Maka muncullah
kelompok-kelompok dan fraksi-fraksi di tengah masyarakat, masing-masing
mentaati norma-norma dan peraturan-peraturannya sendiri dan bertingkah laku
semau sendiri.
Lambat laun
apabila tingkah laku menyimpang (deviasi) itu terjadi secara meluas di dalam
masyarakat, maka berlangsunglah deviasi situasi yang kumulatif. Misalnya dalam
bentuk kebudayaan korupsi, kriminalitas yang semakin merajalela deviasi seksual
dan lainnya. Tumbuh dan kembangnya suatu budaya perlu dicoba untuk dianalisa
lebih tajam agar generasi muda sebagai penerus dengan disposisi psikis yang
masih lemah mengetahui sedini mungkin gejala-gejala patologi sosial
dari segi sosial kulturalnya agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas
mengenai bermacam-macam penyakit di masyarakat.
Pencerahan yang
diberikan dakwah lebih kuat pondasinya, apabila penyakit-penyakit itu lebih
awal diketahuinya. Sehingga dapat ditepis, diseleksi, dihindari meluasnya
gejala-gejala sosiopatik. Materi ini memberi pengetahuan dasar kepada generasi
muda. Mengobati, pencandu narkoba jauh lebih mahal. Dari pada dengan mengetahui
hal ini lebih dahulu dapat mengembangkan potensi lebih kreatif dan berguna bagi
kehidupan.
Pengetahuan
berbagai ragam penyakit-penyakit masyarakat, sama dengan meletakkan landasan
awal dari kesehatan mental, mental yang dapat tumbuh dan berkembang yang
diperkokoh oleh dakwah dengan nilai-nilai ajaran Islam. Berfungsinya rem-rem
kendali diri bukan karena ingin dimiliki orang (masyarakat) tetapi karena
memang menyadari penyakit-penyakit itu, tidak akan terjadi yang berawal dari
kebiasaan-kebiasaan yang malas. Kesalahan atau kejahatan itu tidak akan tumbuh
kalau tidak dibiarkan dan tidak dipupuk.
Daya selektifitas
yang difungsikan karena mengetahui, berbeda dengan penuhnya nasehat dan
larangan, sebab sifat ilmu patologi tidak menilai tetapi menyangkut problem
atau penyakit-penyakit atau juga penderitaan di masyarakat. Mengapa materi
patologi sosial perlu diketahui, karena salah satu problem masyarakat. Dimana
perlu diketahui, apakah yang menyebabkan penyakit tersebut. Apakah murni karena
kondisi sosial murni, atau ada sebab lain. Sehingga pengetahuan tentang
penyakit-penyakit ini minimal dapat dicegah karena kita mengetahui dan
menyadarinya. Apabila masing-masing individu menyadari dan mengetahui dari
sikap yang minimal ini calon generasi muda punya rem-rem, psikis untuk dapat
selektif di dalam meniru prilaku orang dewasa yang menyimpang. Mencegah jauh lebih
baik dari pada mengobatinya. (Husein, 2004:94-96). Adapun bagan dakwah dan
patologi sosial dapat digambarkan sebagai berikut:
|
DAKWAH
|
|
INDIVIDU
MASYARAKAT
|
|
FAKTA
|
|
MASYARAKAT
|
|
BAIK
|
|
BURUKK
|
|
GANGGUAN
DAN PENYAKIT PADA MASYARAKAT
|
|
PATOLOGI
SOSIAL:
1. Ilmu yang mempelajari tentang penyakit sosial.
2. Jenis penyakit sosial.
3. Kriteria penyakit sosial.
|
|
PERUBAHAN
|
D.
Urgensi Patologi Sosial dalam Berdakwah
1.
Pentingnya Patologi Sosial bagi Da’i dan Da’iyah
Penyebar kebenaran dengan perembesan damai, dimana da’i dan daiyah
adalah panutan masyarakat. Kesejukan yang dibawanya menjadi bahan berfikir bagi
manusia untuk mempertimbangan apa yang disampaikan oleh para da’i dan daiyah.
Kualitas ajaran yang diukur dari perwujudan perilaku penganut, perlu
dipertimbangkan kembali. Secara dangkal performen penganut dibahas oleh
orang-orang yang kurang mendalami ajaran. Disamping keterbatasan kualitas dapat
disalah gunakan oleh orang-orang yang cerdas, tanpa mengerti ajaran. Dapat juga
memahami ajaran sepotong-potong, hingga timbul kefanatikan. Dalam Islam, jihad
(bersungguh-sungguh) dalam hal bekerja, merobah nasib kepada yang lebih
terhormat itu diperintahkan Allah. Terjadinya penangkapan, perubahan, mengajak
kita berfikir apa yang sebenarnya terjadi.
Apa yang mendorong mereka melakukan hal-hal yang tidak terpuji.
Apakah pemahamannya dangkal atau karena kefanatikan, atau karena ada sebab lain
yang belum diketahui. Banyak alasan yang perlu dipelajari mengapa penganut
melakukan kekerasan, apakah penyebab dari sikap sisi pandang yang berbeda bukan
cara pandang seluruh penganut. Bagaimana para da’i dan daiyah membahasnya kalau
klasifikasi penganut tidak ditengok lebih jauh. Apa yang dapat dikerjakan untuk
mencegah menjalarnya bermacam-macam penyakit atau disebut patologi sosial.
Karena mencegah lebih baik dari pada mengobati yang sudah membudaya, parah
akibatnya pada pandangan masyarakat dunia. Lebih baik menggerakkan masyarakat
untuk bekerja dari pada suka meminjam uang ke masyarakat dunia.
Perlu harga diri sebagai bangsa dipupuk, oleh para da’i (daiyah)
dengan daya kreatifitas dan keterampilan daripada banyak uang tetapi pinjaman,
menjual kemiskinan ke dunia ialah perbuatan tidak terpuji.
Bermusyawarah
dengan para anggota majlis ta’lim untuk menanggulangi perekonomian jauh lebih
baik. Apalagi waktu untuk tahun ajaran baru. Mestinya majlis ta’lim dapat
menjadi sentral perbaikan dan perubahan bukan hanya mendengar ceramah. Dimulai
dari pembenahan organisasi, baik anggota warganya, keluarganya. Dimana
manajer-manajer magang sebagai awal pelatihan perlu dilakukan. Perlombaan antar
majlis ta’lim di dalam kerapian administrasi, kebersihan, ketertiban anggota
adanya bimbingan konseling Islam, dalam upaya meningkatkan keberhasilan dakwah.
Pembinaan dari awal dengan pendataan
yang rapi dan lengkap beserta pengetahuan tentang kekurangan dan kelebihan
warganya dapat menjadi rekayasa sosial dari pengembangan masyarakat Islam.
Mencoba mengemukakan mengapa patologi sosial menjadi mendesak di
dalam berdakwah, yakni sesuai dengan visi dan misi universitan islam negeri di
dalam hal ini untuk fakultas Dakwah sebagai salah satu agent of social change
atau ujung tombak dari pembaharuan masyarakat. Karena dakwah itu berprinsip
menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar (atau menegakkan kebaikan dan menjauhi
larangan). Di dalam sunatullah yang disebut oleh umum hukum alam selalu menuju
keseimbangan tayangan televisi sergap, serbu yang menggambarkan apa adanya
melalui rekonstruksi prilaku diimbangi dengan oleh tayangan “perbuatan mulia”
kebaikan polisi membrantas kejahatan, atau juga menolong masyarakat yang
ditimpa masyarakat, gempa, banjir, kecelakaan, dan mengejar perampok dan
penjahat yang kadang kala polisinya sendiri yang tertembak. Oleh sebab itu
diperlukan ilmu bantu untuk menegakkan landasarn akhlaqul karimah sebagai
prinsip-prinsip tugas pokok:
1.
Visi dan misi UIN perlu disebarluaskan untuk membentuk akhlaqul karimah secara
optimal.
2.
Asas serasi dan selaras di dalam penyesuaian dengan kehidupan
globalisasi.
Sebagai upaya pencegahan (preventif) agar tidak sakit.
3.
Asas kebutuhan dasar (hidup bermakna, dengan menyalurkan rasa ingin
tahu
untuk menjadi sehat secara phisik dan psikis).
4.
Asas daya guna dan pengetahuan patologi sosial sebagai upaya preventif,
kuratif
dan promotif.
5.
Asas mandiri yang efektif dengan mengetahui lebih hati-hati dan waspada
pada
penularan penyakit sosial (jahat perangai itu menular).
6.
Asas strategis agar dapat memupuk semangat cita dan citra generasi muda
dan
membawa proses pemantapan kedewasaan lebih baik dan sehat.
7.
Asas kontunitas atau berkesinambungan dari tahap-tahap pengembagan
masyarakat.
Pembahasan
mengenai penyakit-penyakit masyarakat diharapkan dapat bekerja sama dengan
berbagai institusi. Pencegahan, penanggulangan, dan perbaikan melalui rukun
tetangga, rukun warga, para remaja yang perduli lingkungan bersama kelurahan
dapat digerakkan bersama-sama untuk memperkecil penyakit-penyakit yang ada di
masyarakat. Penyebarluasan materi patologi sosial melalui sarana yang
dijelaskan dengna pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan oleh mahasiswa dakwah
sebagai ikon-ikon da’i dan daiyah yang
diharapkan oleh masyarakat. (Husein, 2004:108-111).
Dari
apa yang dikemukakan di atas adanya point-point pentingnya pengetahuan patologi
sosial bagi da’i dan daiyah yaitu :
a.
Mencegah
terjadinya penularan penyakit-penyakit masyarakat, salah satu upaya untuk
menyehatkan masyarakat.
b.
Dengan
mental yang sakit, bangsa Indonesia hanya dapat membangun phisik, tetapi rapuh
dari dalam dari dalam.
c.
Kekacauan,
kekalutan, penyimpangan perilaku yang terjadi di berbagai lapisan masyarakat
adalah indikasi runtuhnya bangsa itu.
d.
Pembenahan
dari awal dan sedini mungkin perlu dilakukan.
e.
Terhindar
dari penyakit dengna pengertian, permasalahan dan kesadaran membuat bangsa
rem-rem (daya kontrol) pribadi dan berkenan pula untuk menyeleksi apa yang baik
dan tidak bagi masa depan mereka sendiri.
f.
Generasi
sekarang biasanya menyempurnakan apa yang telah dikerjakan oleh para
pendahulunya. Dengan mengambil pengalaman yang kurang atau lemah diperbaiki,
yang baik diperkokoh. (Husein, 2004:114-115)
2.
Posisi Patologi Sosial dalam Pemahaman Dakwah
Karena dakwah
adalah ujung tombak dari pencerahan kehidupan masyarakat. Adalah hal sulit
dipahami, apa yang akan dijelaskan kalau tidak tahu penyakitnya di dalam masyarakat.
Dan apa yang jadi sebabnya sakit. Bagaimana mencegah penyakit, bagaimana
terjadinya proses penyakit tersebut, bagaimana solusinya.
Secara
sederhana dikemukakan ada pencegahan, ada perbaikan atau upaya memperkecil
penyakitnya. Penyebarluasan materi patologi sosial seiring dengan pembenahan
diri untuk menjadi sehat secara utuh, sesuai dengan re interpretasi dakwah
yaitu keteladanan seiring dengan ajaran
dalam penyebarluasan amar ma’ruf nahi munkar, lebih tepatnya
memanusiakan manusia atau mengangkat harakat dan martabat manusia.
Setelah mencoba
mengangkat permasalahan, dicoba melihat gejala-gejala yang ada di masyarakat
dengan mencoba memperhatikan apa yang terjadi di lingkungan masyarakat globalisasi.
Oleh sebab itu diperlukan mencoba merumuskan kembali pengertian ilmu dakwah.
Karena ia sebagai ujung tombak pencerdasan masyarakat yang perlu didukung oleh
institusi atau lembaga dakwah. Kondisi masyarakat membutuhkan da’i yang
profesional dengan segala persiapan yang lebih matang. Selanjutnya menjelaskan
kenapa pengetahuan patologi sosial menjadi mendesak karena kondisi
masyarakat yang cukup memprihatinkan.
Justru penyakit-penyakit masyarakat sebagai salah satu masalah masyarakat yang
dibutuhkan pemahamannya bagi da’i yang
profesional. Dan prinsipnya sebagai ilmu bantu di dalam berdakwah dengan
mengangkat beberapa materi ke pembahasan. Untuk menjelaskan betapa mendesaknya
pengetahuan patologi sebagai salah satu upaya pencegahan penyebarluasan
berbagai ragam penyakit yang tidak disadari terutama oleh generasi muda.
(Husein, 2004:125-126).
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan materi yang telah dipaparkan di atas, maka penulis
dapat menyimpulkan bahwa dalam :
Dakwah adalah kegiatan menyeru masyarakat agar terhindar dan
mengatsi diri dari penyimpangan-penyimpangan sosial.
Patologi sosial adalah ilmu yang mempelajari permasalahan terkait
penyakit penyakit sosial seperti korupsi, gangguan mental, kenakalan remaja,
dan lain-lain.
Hubungan antara Dakwah dan patologi sosial adalah patologi sosial
sebagai ilmu bantu dalam menjalankan kegiatan dakwah.
Urgensi patologi sosial dalam berdakwah adalah sebagai ilmu yang
membantu da’i atau da’iyah dalam menyampaikan misi dakwah yaitu mencegah dan
upaya untuk memperkecil penyakit sosial.
B. Saran
Sehubungan
dengan materi dan kesimpulan tersebut, penulis memberikan saran bahwa kita
perlu untuk memahami patologi sosial agar dapat membantu tugas kita sebagai
manusia yakni berdakwah, sehingga dapat meminimalisir penyimpangan-penyimpangan
atau penyakit-penyakit sosial terutama bagi calon konselor dan mahasiswa di
fakultas Dakwah dan Komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI.(2004). Al-Quran
dan Terjemahnya, Bandung: CV J-Art
Elidar Husein.(2004). Urgensi
Patologi Sosial Dalam Berdakwah (Thesis), Jakarta: Universitas Islam Negeri
Jakarta
Kartono, Kartini.(1987). Patologi
Sosial 3, Jakarta:CV Rajawali
Kusnawan, Aep, dkk.(2009). Dimensi
Ilmu Dakwah, Bandung:Widya Padjajaran
Setiana, Wiryo.(2015). Patologi
Sosial, Bandung:CV. Mimbar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar